PALANGKA RAYA, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menjadi narasumber dalam kuliah umum bertema “Kedaruratan dan Konstitusi: Menyikapi Potensi Konflik Pada Pemilu 2024” di Aula Rahan Rektorat Lantai II Universitas Palangka Raya (UPR), Kalimantan Tengah, pada Jumat (22/9/2023). Kegiatan ini diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UPR. Turut hadir beberapa narasumber lainnya yakni Rektor UPR Periode 2018-2022 Andrie Ellia, Kasubdit Politik Intelkam Polda Kalteng Yoyo Roswandi. Acara tersebut dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor Bidang Akademik Natalina Asi.
Natalina dalam sambutannya menyebutkan mahasiswa UPR berjumlah hampir 19.000 yang mana semuanya merupakan pemilih pemula. Mereka akan berkontribusi memberikan suaranya dalam menentukan kepemimpinan bangsa kita lima tahun ke depan.
“Kita berharap teman-teman ini bisa menjadi pemilih yang smart dan bijak dalam menentukan pilihannya. Dan kalau hari ini saya tertarik dengan topik ini bahwa bukanlah tidak mungkin dalam setiap pesta demokrasi itu kita juga akan menghadapi situasi yang terburuk di antaranya munculnya konflik-konflik di antara kontestan-kontestan yang nanti akan berlaga di pemilu,” ujarnya di hadapan para peserta kuliah umum.
Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dalam pemaparannya mengatakan, sebagai hakim konstitusi ia menyambut baik setiap undangan dari berbagai perguruan tinggi yang selalu menjadi mitra strategis MK dalam menyebarluaskan konstitusionalisme dan diseminasi putusan-putusan MK. Menurut Daniel, diseminasi ini penting karena putusan MK memiliki karakter final dan mengikat (final and binding).
“Sehingga biasanya kampus itu menjadi mitra dalam rangka untuk diseminasi putusan MK,” terang Daniel mengawali pemaparan dengan dipandu moderator Yorgen Kaharap, Sekretaris Jurusan Sosiologi UPR.
Daniel menyebut perguruan tinggi merupakan sahabat pengabdi dalam menjaga konstitusi dan supremasi hukum. Selain itu, pertemuan hari ini juga sejalan dengan misi MK untuk meningkatkan kesadaran berkonstitusi warga negara.
Eksistensi Perppu
Selanjutnya Daniel menjelaskan mengenai Konsep Hukum Tata Negara Darurat serta Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Terdapat beragam istilah mengenai hukum tata negara darurat yakni state of emergency, public emergency, state of exception, state of tension, etat de siege, martial law, estado de excepcion, military regime, keadaan bahaya dan kegentingan yang memaksa.
Dalam konsep hukum tata negara darurat, terang Daniel, Perppu dapat disederhanakan lahir dengan syarat-syarat di antaranya, adanya kepentingan tertinggi negara, yakni adanya atau eksistensi negara itu sendiri; peraturan itu harus mutlak atau sangat perlu; bersifat sementara selama keadaan masih darurat saja, dan sesudah itu diperlukan aturan biasa yang normal dan tidak lagi aturan darurat yang berlaku; dan ketika peraturan darurat itu dibuat, DPR tidak dapat mengadakan sidang atau rapat atau dikenal dengan istilah reses.
Perppu adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Perppu merupakan jenis peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia yang disebutkan pada Pasal 7 UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). Kendati demikian, kata Daniel, pada penggunaan dan praktiknya, tebitnya sebuah Perppu tidak selalu dalam keadaan darurat.
Sebagaimana diketahui, sambung Daniel, dalam keadaan biasa untuk mengesahkan suatu undang-undang, DPR turut serta sebagai pihak yang menyatakan persetujuan dan tidak atas disahkannya suatu undang-undang. Sementara dalam keadaan darurat, pada Pasal 12 UUD 1945 menyandingkan keadaan “bahaya” dan pada Pasal 22 UUD 1945 menyebutkan “dalam hal ihwal kegentingan memaksa” sebagai padanan terbitnya Perppu oleh Presiden.
Kemudian untuk memudahkan pemahaman para mahasiswa, Daniel menjelaskan perbandingan peraturan sejenis Perppu dalam konstitusi di Indonesia dan asas-asas dari peraturan perundang-undangan menurut beberapa ahli. Dari pembahasan ini, menurut Daniel, Perppu seharusnya disamakan dengan undang-undang darurat. Sedangkan saat ini, Perppu menjadi bagian dari undang-undang sehingga asas yang harus dilakukan padanya pun sama layaknya undang-undang biasa.
Menurut Daniel terdapat asas-asas dasar dalam konsep hukum tata negara darurat. Adapun asas-asas yang dimaksud adalah proklamasi, legalitas, komunikasi, kesementaraan, keistimewaan ancaman, proporsionalitas, intangibility serta pengawasan.
Penyelesaian Sengketa Pemilu dan Pilkada
Berikutnya Daniel menerangkan soal ketentuan yang diterapkan MK dalam perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) dan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHP Kada). Salah satunya mengenai tenggang waktu dalam penyelesaiannya.
Untuk PHPU presiden dan wakil presiden, permohonan dapat diajukan 3 hari, dan selama 14 hari untuk penyelesaiannya di MK. Kemudian untuk PHPU anggota legislatif permohonan dapat diajukan 3x24 jam dan diselesaikan di MK selama 30 hari kerja. Adapun untuk PHP Kada, permohonan dapat diajukan 3 hari kerja dan diselesaikan di MK selama 45 hari kerja.
Daniel pun menegaskan, MK tengah bersiap menghadapi PHPU dan PHP Kada Tahun 2024 dengan membekali lembaga dengan beberapa hal. Di antaranya telah menyempurnakan Peraturan MK (PMK) terkait hukum acara PHPU dan PHP Kada, mengadakan berbagai pelatihan untuk peningkatan kapasitas SDM yang akan bertugas saat penyelenggaraan PHPU dan PHP Kada, dan mempersiapkan serangkaian kegiatan bimbingan teknis (bimtek) bagi para peserta pemilu dan pilkada, termasuk calon kuasa hukum (advokat). Hal ini dilakukan guna mempersiapkan SDM yang lebih memahami hukum acara saat bersengketa di MK. Terakhir, MK tak lupa untuk melakukan pengembangan dan penyempurnaan dukungan IT untuk semakin memudahkan para pencari keadilan dalam menyelesaikan persoalan keadilan yang dihadapi dalam pemilihan.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.