JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang pengujian Pasal 8 angka 1, Pasal 1 angka 1, Pasal 8 angka 2, Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (20/9/2023) di Ruang Sidang Panel MK. Permohonan perkara Nomor 95/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Inri Januar yang merupakan seorang dosen Fakultas Hukum.
Persidangan dipimpin oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dengan Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih. Agenda sidang yaitu pemeriksaan perbaikan permohonan.
Eliadi Hulu selaku kuasa hukum Pemohon dalam persidangan mengatakan telah memperbaiki pokok-pokok permohonan yang sudah disusun. "Pertama kami memperbaiki tata penulisan pasal di Undang-Undang PPSK yang menggunakan konsep omnibus law. Jadi, Yang Mulia, terkait penulisan pasal yang diujikan, kami sesuaikan dengan arahan Majelis pada sidang pendahuluan," ujarnya.
Kemudian, sambung Eliadi, perbaikan terdapat pada bagian kedudukan hukum (legal standing) Pemohon. “Kami mencoba mengaitkan posisi Pemohon sebagai nasabah. Saya baca secara lengkap di sini di angka 25, bahwa selain dosen, Pemohon juga sebagai nasabah," tegas Eliadi.
Sementara untuk permohonan provisi, Eliadi menegaskan bahwa permohonan tersebut dicabut dari permohonan dengan pertimbangan apabila hal itu dilanjutkan mungkin akan terpengaruh terkait dengan operasional OJK. Selain itu, Pemohon juga memperbaiki penulisan petitum. "Pada bagian petitum, kami juga memperbaiki tata cara penulisan,” papar Eliadi.
Baca juga:
Eksistensi Kewenangan OJK Dipertanyakan
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 95/PUU-XXI/2023 Inri Januar yang merupakan seorang dosen Fakultas Hukum. Dalam permohonannya itu, Inri menguji Pasal 8 angka 1, Pasal 1 angka 1, Pasal 8 angka 2, Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang dilaksanakan di MK pada Kamis (7/9/2023), Oktoriusman Halawa selaku kuasa hukum Pemohon mengatakan Pasal 8 angka 2 Pasal 2 UU P2SK bertentangan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan Putusan MK Nomor 25/PUU-XII/2014. Oktoriusman menjelaskan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diperoleh dari adanya peralihan sebagian dari kewenangan Bank Indonesia (BI) ke OJK. Peralihan ini diatur dalam Pasal 34 ayat (1) UU BI yang menyatakan “Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang”.
Oktoriusman menegaskan, dengan dihapusnya dasar hukum kewenangan OJK pada UU BI, maka bilamana OJK terus melaksanakan kewenangannya, hal tersebut bertentangan dengan prinsip negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Selain itu, bilamana OJK juga terus melaksanakan kewenangannya, maka hal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum. Oleh karena itu, dalam Pemohon dalam petitumnya meminta MK menyatakan Pasal 8 angka 1, Pasal 1 angka 1, Pasal 8 angka 2, Pasal 2 ayat (1) UU P2SK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim.