Jakarta - Pelanggaran HAM di masa lalu yang melibatkan aparat keamanan, khususnya prajurit TNI kini dipersoalkan lagi oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Namun, purnawiran TNI meminta agar jangan salahkan prajuritnya, tapi institusinya.
"Ya mestinya institusi, karena semua tentara dalam melaksanakan tugas apa pun pangkat dan jabatannya. Tidak ada perwira ingin membunuh rakyatnya, tidak ada yang ingin itu," kata mantan Gubernur DKI Jakarta Letjen (Purn) Sutiyoso.
Hal itu dikatakan dia sebelum pertemuan Keluarga Besar Purnawirawan TNI-Polri di Balai Sudirman, Jl Saharjo, Jakarta Selatan, Kamis (24/4/2008).
Sutiyoso lantas mencontohkan kasus Talangsari Lampung, yang dinilainya merupakan peristiwa pertempuran bukan pembantaian.
"Talangsarai kan pertempuran. Jadi rumusannya kill or to be kill antara tentara kita dan pihak mereka (Warsidi Cs)," ucap mantan Pangdam Jaya ini.
Menurut Sutiyoso, tentara dalam menjalankan tugas itu adalah tugas negara. Apa yang terjadi di Talangsari merupakan tindakan makar, yaitu adanya kelompok yang ingin mendirikan Negara Islam.
"Dalam UU kita itu sebuah pelanggaran hukum. Jadi kemudian dimulai dengan membunuh tentara, jadi peristiwa itu peristiwa pertempuran, seperti di Aceh, enggak ada bedanya," jelasnya lagi.
Oleh sebab itu, lanjut Sutiyoso, jangan sampai tentaranya yang disalahkan, sematara dia melakukan tugas pengamanan sesuai kewenangananya di Korem Garuda Hitam yang saat itu dijabat AM Hendropriyono. Ini yang harus di-clear-kan dan Komnas HAM harus mensosialisasikan HAM kepada masyarakat atau aparat.
"Sehingga prajurit tidak ragu-ragu lagi di lapangan. Kalau begitu terus, trauma dan ketakutan sehingga tentara tidak bisa bertugas pengamanan yang baik sesuai kewenangannya kemanannya. Padahal keamanan negara sangat vital untuk diurus militer sesuai kewenangannya," ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan mantan Menhankam/Pangab Jenderal (Purn) Wiranto. Menurutnya, apa yang terjadi di Indonesia tidak bisa disamakan dengan kasus kejatahan perang Nazi, pembantaian di Rwanda dan Kamboja.
Ini yang harus dilurukan kepada masyarakat dan para purnawirawan agar semuanya memahami betul tentang peristiwa yang sebenarnya terjadi. Setiap peristiwa sudah dilakukan penindakan sesuai hukum yang berlaku saat itu.
"Agar jangan sampai adik-adik kita ketakutan, kecut atas perbuaan yang tidak yang tidak mereka lakukan di masa lalu," pintanya.
Wiranto juga mengatakan, secara pribadi setiap prajurit tidak ada yang berniat atau berkeinginan membuat pelanggaran atau kejahatan. Jadi harus dibedakan kriteria pelanggaran berat HAM, yaitu harus sistematis, genocida dan kejahataan atas kemanusiaan.
"Jadi berat kriteria untuk menentukan suatu npelanggaran berat HAM itu. Kalau kriminal mungkin saja. Apa yang dilakukan aparat saat tertentu, hukum tertentu, ya sesuai denga hal yang berlaku saat itu. Dengan alasan apa pun, seseorang tidak bisa ditutut dengan UU yang saat itu belum berlaku," tandasnya. ( zal / ana )
Sumber www.detik.com
Foto www.google.co.id