JAKARTA, HUMAS MKRI – Asisten Ahli Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Rima Yuwana Yustikaningrum menerima kunjungan kerja lapangan 180 Mahasiswa Fakultas Hukum dan Komunikasi Universitas Katholik (Unika) Soegijapranata, Jawa Tengah, pada Kamis (14/9/2023) pagi di Aula Gedung 1 MK. Pada pertemuan itu, Rima dalam paparannya menerangkan secara gamblang sejarah, kewenangan dan kewajiban MK serta fungsi MK.
“Sekarang tahun 2023, tepat 20 tahun yang lalu Mahkamah Konstitusi lahir tepatnya 13 Agustus 2003, dengan 4 kewenangan dan 1 kewajiban yang tertuang di Undang Undang Dasar (UUD) 1945,” terang Rima saat membuka pertemuan.
Kemudian Rima menyinggung sembilan Hakim Konstitusi yang berasal dari tiga unsur lembaga negara, yakni Pemerintah, Mahkamah Agung dan DPR yang masing-masing berjumlah tiga orang.
Dalam kesempatan tersebut, Rima mempersilakan jika mahasiswa yang ingin beperkara di MK karena setiap beracara atau meminta salinan putusan itu tanpa biaya alias gratis.
“Tiap putusan Mahkamah Konstitusi sifatnya itu final and binding artinya yang sudah dibacakan dalam sidang putusan oleh hakim MK sifatnya tidak dapat dibanding lagi. Berbeda jika beracara di pengadilan negeri bisa mengadukan banding ke pengadilan tinggi lalu ke Mahkamah Agung (MA),” ujar Rima.
Kewenangan MK yang pertama adalah menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar. “Tugas MK melakukan purifikasi undang-undang. Bahasa internal kami, kalau ada perkara masuk ke MK disebut PUU atau Pengujian Undang-Undang. Berbeda dengan di MA, di Mahkamah Konstitusi hanya terbatas pada undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Sedangkan di Mahkamah Agung menguji undang-undang yang di bawahnya terhadap undang-undang,” ujar Rima.
Kewenangan kedua MK, lanjut Rima, memutus sengketa kewenangan lembaga negara (SKLN). “MK sebagai wasit lembaga negara. Artinya, MK jadi penengah konflik antara lembaga negara, namun terkait dengan kewenangannya. Syarat sengketa kewenangan lembaga negara, yang pertama harus lembaga negara. Yang kedua, yang disengketakan adalah kewenangannya,” imbuh Rima.
Kewenangan ketiga MK, kata Rima, memutus pembubaran partai politik (parpol) jika terbukti ada partai politik yang melanggar ideologi bangsa dan Undang-Undang Dasar. Namun hingga saat ini MK belum pernah melakukan kewenangan ini. Berikutnya, keempat, MK berwenang memutus sengketa hasil pemilu.
Selain empat kewenangan yang telah disebutkan tadi, MK juga memiliki kewajiban terkait dengan pemakzulan Presiden dan atau Wakil Presiden. Kewajiban MK ini hingga kini belum pernah dilakukan MK. Seperti halnya kewenangan MK memutus pembubaran parpol. (*)
Penulis: Fauzan Febriyan
Editor: Lulu Anjarsari P.