JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan putusan menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) yang diajukan oleh Arifin Purwanto pada Kamis (14/9/2023). Arifin menguji Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ mengenai masa berlaku Surat Izin Mengemudi (SIM). Arifin meminta masa berlaku SIM seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) yakni seumur hidup.
Selengkapnya Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ menyatakan, “Surat izin mengemudi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang”. Menurut Arifin, ketentuan ini bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
“Amar putusan, mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi oleh delapan Hakim Konstitusi, saat membacakan amar Putusan Nomor 42/PUU-XXI/2023
Problem Mendapatkan SIM
Arifin Purwanto warga Madiun, Jawa Timur ini dalam permohonannya menyebutkan UU LLAJ menentukan setiap pengendara kendaraan wajib memiliki SIM. Namun untuk mendapatkan SIM bukan perkara yang mudah terutama pada saat ujian teori dan praktik. Selama ini hasil ujian teori dan ujian praktik tidak pernah ditunjukkan kepada pengemudi, hanya diberitahukan bahwa pengemudi tersebut lulus atau tidak. Ketidakjelasan tolak ukur dan dasar hukum materi ujian teori dan praktik ini kemudian dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab /calo untuk mendapatkan keuntungan finansial dari pengendara yang ingin mendapatkan SIM.
Menurut Arifin, agar pengemudi memiliki ilmu tentang lalu lintas dan angkutan jalan maka sebaiknya sebelum ujian teori maupun praktik perlu ada pembekalan yang diselenggarakan oleh lembaga yang memiliki kompetensi. Kemudian perlu ada perubahan terhadap tahapan/prosedur untuk mendapatkan SIM yang harus mengikuti perkembangan zaman serta dapat dilakukan secara langsung maupun online.
Masa Berlaku KTP dan SIM
Salah satu syarat untuk mendapatkan SIM adalah KTP yang kini telah berlaku seumur hidup. Arifin mempertanyakan, mengapa SIM tidak diberlakukan sama dengan KTP, yaitu berlaku seumur hidup.
Salah satu alasan mengapa SIM diperbaharui masa berlakunya setiap lima tahun adalah untuk mengetahui keadaan kesehatan dan kondisi fisik pengemudi. Menurut Arifin, jika SIM akan diberlakukan seumur hidup, terdapat cara untuk mengetahui keadaan kesehatan dan kondisi fisik (tubuh) pengemudi yaitu dapat dilakukan dengan pemeriksaan pada saat pemegang SIM membayar pajak atau sesuai dengan tanggal, bulan, tahun kelahiran, pemegang SIM di mana yang bersangkutan dites kemampuan mengemudi yang dapat dilaksanakan secara online/zoom/video call atau secara langsung oleh petugas.
Berdasarkan Pasal 86 ayat (1) UU LLAJ, SIM berfungsi sebagai bukti kompetensi mengemudi. Hal ini berarti apabila pengemudi telah lulus ujian kompetensi mengemudi kendaraan bermotor seharusnya SIM dapat diberlakukan seumur hidup, seperti halnya ujian kompetensi di bidang lain, advokat, notaris, akuntan publik, kurator dan bidang lain yang mensyaratkan adanya ujian kompetensi. Arifin mencontohkan Prancis sebagai salah satu negara yang memberlakukan SIM seumur hidup.
Arifin juga mengungkapkan pengalamannya mengurus penggantian SIM dan KTP yang hilang. Saat mengurus SIM pengganti, Arifin menjalani beberapa tes, dan mengeluarkan sejumlah uang yang menurutnya tidak jelas dasar hukumnya.
Berbeda halnya dengan pengurusan KTP pengganti. Syarat yang diperlukan hanya fotokopi Kartu Keluarga dan laporan kehilangan yang kemudian di-upload ke dalam sistem Dinas Dukcapil Kota Madiun.
Selain itu, menurut Arifin, untuk mencegah pemalsuan terhadap SIM atau terjadi duplikasi SIM maka nomor seri SIM dibuat sama dengan nomor seri KTP/NIK karena dasar penerbitan SIM adalah KTP. Terbitnya KTP dan NIK lebih dulu daripada SIM dan SIM terbit berdasarkan data yang terdapat dalam KTP. Maka sudah tepat apabila SIM diberlakukan sama dengan KTP, yaitu seumur hidup. Apabila di jalan, petugas memeriksa SIM pengemudi maka petugas tersebut seharusnya menanyakan KTP, sebagai pembanding NIK. Jika terdapat perbedaan maka SIM tersebut palsu.
Seiring kemajuan teknologi, dalam hal diperlukan penerbitan SIM karena hilang, penggantian alamat, atau SIM rusak dapat memanfaatkan teknologi hanya dengan meng-upload berkas-berkas yang diperlukan sebagaimana yang dilakukan oleh Dinas Dukcapil dalam menerbitkan KTP pengganti karena hilang atau rusak. Sehingga, penerbitan SIM pengganti dapat dilakukan secara online, tanpa persyaratan dan prosedur yang tidak jelas dasar hukumnya, langsung jadi, tanpa dipungut biaya dan dikirim ke alamat pemegang/pengendara/pemilik SIM.
Perbedaan KTP dan SIM
Mahkamah dalam pertimbangan hukum mengatakan KTP-el dan SIM adalah sama-sama dokumen yang memuat mengenai identitas, namun memiliki fungsi yang berbeda. KTP-el adalah dokumen kependudukan yang kepemilikannya diwajibkan kepada semua warga negara Indonesia. Sedangkan SIM merupakan dokumen surat izin dalam mengemudi kendaraan bermotor, dan tidak semua warga negara Indonesia diwajibkan untuk memilikinya, karena yang wajib memilikinya hanya orang-orang yang akan mengendarai kendaraan bermotor dan yang telah memenuhi persyaratan penerbitan SIM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Oleh karena perbedaan tersebut, masa berlaku KTP-el adalah seumur hidup karena dalam penggunaannya KTP-el tidak memerlukan evaluasi terhadap kompetensi pemilik KTP-el. Kecuali jika ada perubahan data, hilang atau rusak maka pemilik KTP-el memiliki kewajiban untuk melaporkan dan memperbaharuinya atau menggantinya.
“Berbeda halnya dengan SIM, dalam penggunaannya SIM sangat dipengaruhi oleh kondisi dan kompetensi seseorang yang berkaitan erat dengan keselamatan dalam berlalu lintas sehingga diperlukan proses evaluasi dalam penerbitannya. Oleh karena kedua dokumen tersebut memiliki fungsi dan kegunaan yang berbeda maka tidak mungkin menyamakan sesuatu yang memang berbeda termasuk terhadap jangka waktu pemberlakuannya,” kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih membacakan pertimbangan hukum.
Kesehatan dan Kompetensi
Mahkamah juga berpendapat, batas waktu lima tahun sebagai jangka waktu berlakunya SIM telah ditentukan oleh pembentuk undang-undang karena diperlukannya fase untuk melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kondisi kesehatan jasmani dan rohani serta kompetensi atau keterampilan pengemudi dengan mempertimbangkan kondisi sosial budaya masyarakat. Sejauh ini masa berlaku lima tahun tersebut dinilai cukup beralasan (reasonable) untuk melakukan evaluasi terhadap perubahan yang dapat terjadi pada pemegang SIM. Dalam batas penalaran yang wajar, kemungkinan terjadinya perubahan pada kondisi kesehatan jasmani dan rohani pemegang SIM dapat berpengaruh pada kompetensi atau keterampilan yang bersangkutan dalam mengemudi kendaraan bermotor.
Perubahan tersebut dapat terjadi pada kemampuan penglihatan, pendengaran, fungsi gerak, kemampuan kognitif, psikomotorik, dan/atau kepribadian pemegang SIM yang semuanya akan berdampak pada kemampuan pengemudi mengemudikan kendaraan bermotor dan berlalu lintas di jalan sesuai dengan jenis SIM yang dimilikinya. Terlebih, dalam rentang waktu lima tahun juga terbuka kemungkinan terjadinya perubahan pada identitas pemegang SIM seperti nama, wajah, alamat, dan bahkan sidik jari. Hal ini sejalan dengan kondisi masyarakat modern yang di antaranya ditandai oleh tingkat mobilitas sosial dan geografis yang tinggi sehingga dapat menyebabkan juga perubahan pada aspek-aspek identitas tersebut.
Perpanjangan SIM dalam rentang waktu lima tahun sangat fungsional untuk memperbaharui data pemegang SIM yang berguna dalam mendukung kepentingan aparat penegak hukum dalam melakukan penelusuran keberadaan pemegang SIM dan keluarganya jika terjadi kecelakaan lalu lintas atau terlibat tindak pidana lalu lintas atau tindak pidana pada umumnya. Selain itu, pentingnya dilakukan evaluasi dalam masa perpanjangan SIM karena pemeriksaan terhadap kondisi kesehatan jasmani dan rohani setiap lima tahun sekali mengandung nilai sosial bahwa keselamatan pemegang SIM serta orang lain yang ada di ruang jalan wajib dihormati dan dijaga. Hal ini termasuk aspek yang membedakan antara pemilik KTP yang diberikan untuk seumur hidup dengan pemegang SIM.
Oleh karena itu, menurut Mahkamah, dalil Pemohon yang menyatakan seharusnya SIM diberlakukan seumur hidup, seperti halnya KTP adalah tidak beralasan menurut hukum. Norma Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ tidak melanggar prinsip negara hukum, hak atas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif yang dijamin dalam UUD 1945. Dengan demikian dalil Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Alasan Berbeda
Dalam putusan tersebut, Hakim Konstitusi Yusmic P. Foekh memiliki alasan berbeda (concurring opinion). Daniel sepakat dengan pendapat mayoritas hakim konstitusi yang menyatakan permohonan Pemohon tidak beralasan hukum. Namun Daniel berharap perlu dipertimbangkan untuk memberikan SIM seumur hidup bagi kelompok lanjut usia.
“Saya berpendapat sama dengan mayoritas hakim konstitusi bahwa permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum, namun ke depan kepada pembentuk Undang-Undang perlu dipertimbangkan adanya kebijakan afirmatif (affirmative action) bagi kelompok lansia untuk diberikan Surat Izin Mengemudi (SIM) seumur hidup,” kata Daniel.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.
Baca juga:
Masa Berlaku SIM dalam UU LLAJ Diuji ke MK
Pemohon Minta SIM Berlaku Seumur Hidup
DPR dan Presiden Belum Siap Beri Keterangan Ihwal Masa Berlaku SIM
Pemerintah: Kesehatan dan Kompetensi Keterampilan Mengemudi Harus Dievaluasi
Polri: Masa Berlaku SIM Masih Sangat Relevan Diterapkan
Saksi Cerita Pengalaman Ujian SIM
Nilai Sosial dan Budaya Hukum di Balik Masa Berlaku SIM