JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materil Pasal 193 ayat (2) huruf i Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) pada Rabu (13/9/2023). Permohonan Perkara Nomor 88/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Sefriths Eduard Dener Nau (Anggota DPRD Kabupaten Timor Tengah Selatan), Misban Ratmaji (Anggota DPRD Kota Mataram), dan Kardinal (Anggota DPRD Kabupaten Kampar) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Agenda sidang yaitu pemeriksaan perbaikan permohonan.
Pada sidang yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra bersama dengan Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul, para Pemohon yang diwakili Hendriyanus Rudyanto Tonubessi selaku kuasa hukum menyebutkan beberapa hal pokok yang disempurnakan dalam permohonan. Pertama, kedudukan hukum para Pemohon, sebagai warga negara dan perseorangan yang memiliki kepentingan dalam proses pemilu karena partai politik (parpol) yang mengusung para Pemohon dalam Pemilu 2019, tidak menjadi peserta Pemilu 2024. Di sisi lain, aspirasi terhadap para Pemohon masing tinggi, sehingga para Pemohon mencalonkan diri dari parpol lain. Namun rumusan norma yang diujikan ini, menghambat kepentingan para Pemohon.
Kedua, para Pemohon juga sudah memperjelas alasan permohonan yang menerangkan seluruh kepentingan para Pemohon. Ketiga, para Pemohon juga menyempurnakan petitum yang dimohonkan kepada Mahkamah.
“Petitum, Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 193 ayat (2) huruf i Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) bertentangan dengan UUD NRI 1945 sepanjang tidak dimaknai ‘dikecualikan bagi anggota DPRD jika… a. parpol yang mencalonkan anggota tersebut tidak lagi menjadi peserta pemilu atau kepengurusan parpol tersebut sudah tidak ada lagi. b. anggota DPR/DPRD tidak diberhentikan atau tidak ditarik oleh partai politik yang mencalonkannya. c. tidak lagi terdapat calon pengganti yang terdaftar dalam daftar calon tetap dari partai yag mencalonkannya,” sebut Hendriyanus.
Baca juga:
Dilema Anggota DPRD dari Parpol Tak Lolos Verifikasi
Sebagai tambahan informasi, tiga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) melakukan pengujian materil Pasal 193 ayat (2) huruf i UU Pemda. Ketiga anggota DPRD dimaksud yakni Sefriths Eduard Dener Nau (Anggota DPRD Kabupaten Timor Tengah Selatan), Misban Ratmaji (Anggota DPRD Kota Mataram), dan Kardinal (Anggota DPRD Kabupaten Kampar). Kepaniteraan MK meregistrasi permohonan ini dengan Nomor 88/PUU-XXI/2023.
Pasal 193 ayat (2) huruf i UU Pemda yang menyatakan, “Anggota DPRD kabupaten/kota diberhentikan antar-waktu karena… i. menjadi anggota partai politik lain.” Menurut para Pemohon, Pasal 193 ayat (2) huruf i UU Pemda tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Kamis (31/8/2023) di Ruang Sidang Pleno MK, Hendriyanus Rudyanto Tonubessi selaku kuasa hukum para Pemohon mengatakan, para Pemohon merupakan anggota legislatif yang terpilih melalui Pemilu 2019 dan menjadi anggota DPRD masa bakti 2019 hingga 2024. Pada Pemilu 2024 mendatang, para Pemohon juga sama-sama bermaksud mencalonkan diri. Namun Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) sebagai partai politik pengusungnya dinyatakan tidak lulus verifikasi sebagai peserta Pemilu 2024 sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 173 UU Pemilu.
Hal yang dapat dilakukan adalah menggabungkan diri pada parpol lain yang lulus verifikasi sebagai peserta Pemilu 2024. Berdasarkan SE Mendagri Nomor 100.2.1.4/4367/OTDA yang dibuat berdasarkan ketentuan pasal a quo, maka para Pemohon harus diberhentikan karena berpindah ke partai lain agar tetap bisa mencalonkan diri sebagai caleg pada masa pemilihan berikutnya.
Oleh karena itu, dalam petitum, para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 193 ayat (2) huruf “i” UU Pemda bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “dikecualikan bagi anggota DPRD jika… a. parpol yang mencalonkan anggota tersebut tidak lagi menjadi peserta pemilu atau kepengurusan parpol tersebut sudah tidak ada lagi. b. anggota DPR/DPRD tidak diberhentikan atau tidak ditarik oleh partai politik yang mencalonkannya. c. tidak lagi terdapat calon pengganti yang terdaftar dalam daftar calon tetap dari partai yang mencalonkannya”.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim.