JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lagu Kebangsaan (UU Bahasa) pada Selasa (12/9/2023). Sidang kedua dengan agenda mendengarkan perbaikan permohonan ini dilaksanakan oleh Majelis Sidang Panel yang terdiri atas Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, Wahiduddin Adams, dan Enny Nurbaningsih di Ruang Sidang Pleno MK.
Ludjiono yang merupakan pensiunan Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo ini, menyebutkan poin yang sudah disempurnakan pada permohonan berupa posita permohonan. “Selanjutnya petitum pada permohonan, Pemohon memohon kepada Mahkamah agar mengabulkan permohonan Pemohon,” ucap Ludjiono.
Pada akhir persidangan Majelis Sidang Panel pun melakukan verifikasi dan mengesahkan bukti P1 hingga P16 yang telah diserahkan Pemohon. Untuk selanjutnya permohonan akan dibawa ke Rapat Permusyawaratan Hakim guna menentukan kelanjutan dari perkara yang diujikan pada persidangan ini.
Baca juga: Pensiunan Dinkes Pertanyakan Bentuk Konkret dari Aksara Bahasa Negara Indonesia
Pada sidang pendahuluan pada Rabu (30/8/2023) lalu, Pemohon menyampaikan alasan pengujiannya berkaitan dengan Bab III yang memuat 20 pasal, di antaranya memuat soal bahasa negara. Ludjiono berpandangan bahwa bahasa Indonesia berbentuk bahasa lisan dan tulis serta aksara negara Indonesia. Namun pada norma tersebut tidak disebutkan secara konkret bentuk atau wujud atau perincian dari aksara Indonesia. Layaknya lambang negara dikonkretkan dengan Garuda dengan aturan menghadap ke kanan dan bendera negara disebutkan memiliki warna tertentu beserta ukurannya. Akibat tidak disebutkan atau dinormakan secara jelas bentuk bahasa tersebut, Ludjiono berpandangan hal demikian bertentangan dengan Pasal 27 ayat (3), Pasal 28G ayat (1) dan ayat (2), Pasal 36C UUD 1945. Sehingga dalam petitumnya, Pemohon memohon agar Majelis Hakim Konstitusi menyatakan Bab III bahasa negara UU 24/2009 tentang BBLNLK yang tanpa pasal bentuk simbol negara yang berbunyi “bahasa negara ialah bahasa indonesia berbentuk bahasa lisan dan bahasa tulisan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. (*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina