MALANG, HUMAS MKRI - Memasuki 20 tahun kiprahnya sebagai lembaga peradilan konstitusi, mau dibawa ke arah mana Mahkamah Konstitusi agar fitrah dan muruahnya terjaga dalam upaya menegakkan supremasi konstitusi, Undang-Undang Dasar 1945? Demikian pertanyaan yang diutarakan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Heru Setiawan saat ceramah kunci dalam kegiatan Upacara Pembukaan Constitutional Law Festival 2023 pada Jumat (8/9/2023) di Universitas Brawijaya, Malang.
Pada kegiatan yang secara periodik diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini, untuk melengkapi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan publik atas keberadaan MK di Republik Indonesia ini, Heru menjelaskan dalam paparan berjudul “Quo Vadis Mahkamah Konstitusi sebagai Judicial Supremacy Demi Tegaknya Konstitusi”. Heru mengatakan 13 Agustus 2023 lalu MK memperingati hari lahir yang ke-20. Pilihan 13 Agustus pada 2003 lalu sejatinya bertepatan dengan momentum pengesahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Kemudian hari ini telah 20 tahun pula lamanya MK melakukan upaya-upaya terbaik menjadi wasit yang adil dalam menyelesaikan berbagai persoalan konstitusional yang dialami warga negara sejauh tercakup dalam lingkup ranah kewenangannya. Heru menyadari bahwa tidak dapat dipungkiri, MK pun mengalami dinamika dalam kelembagaan dan putusan serta menghadapi tantangan-tantangan baru, seiring perkembangan ilmu hukum, zaman, dan nilai-nilai peradaban bangsa Indonesia.
“Mahkamah Konstitusi sudah menjadi semacam lahan pengharapan, tempat warga negara bergantung dalam memperjuangkan hak konstitusional, kebenaran konstitusional untuk meraih, memperoleh, dan menikmati keadilan konstitusional, sekaligus selalu menjadi energi dan kekuatan untuk terus menumbuhkembangkan budaya dan kesadaran terhadap konstitusi,” jelas Heru dalam kegiatan yang dihadiri oleh Dekan FH Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto beserta civitas akademika Universitas Brawijaya—khususnya FH Universitas Brawijaya.
Ke Mana Arah MK?
Terhadap gambaran ke mana dan bagaimana arah MK, Heru mencermati dalam dua hal, yakni dasar pembentukan dan alasan keberadaan Mahkamah Konstitusi dalam mengadili perkara-perkara konstitusi dengan putusan yang bersifat final dan mengikat. Berpijak pada hal inilah dapat sama-sama dicermati bagaimana dan mau ke mana arah perjalanan MK dalam dua dekade ini. Setidaknya, sambung Heru, kecenderungan positif kehadiran MK. Hal ini dapat dilihat dari tahapan kesadaran dan pemahaman masyarakat akan hak konstitusional sebagai warga negara yang mulai meningkat. Adanya semangat dan kultur baru yang mengiringi kian tinggi grafik peradaban konstitusi era pasca-Perubahan UUD 1945. Antusiasme dan keberanian publik untuk bergerak, bersuara, dan menempuh serta memanfaatkan saluran baru berupa mekanisme pengujian konstitusional undang-undang di MK ketika hak konstitusionalnya diciderai.
Selanjutnya, sejumlah putusan MK tampak memengaruhi sistem hukum dan menjadi penentu arah pembangunan hukum, demokrasi, politik, dan bidang-bidang lainnya untuk tujuan memberikan perlindungan terhadap hak konstitusional warga negara. Kemudian sejak awal pendirian, MK telah dicita-citakan menjadi pelopor lembaga peradilan yang modern. Hal ini tak hanya tentang gedung, perangkat kerja, atau dukungan berbasis IT. Akan tetapi, juga terkait dengan mindset yang lebih segar dalam memberikan akses dan layanan terbaik kepada para pencari keadilan.
“Mau ribut seperti apa nanti undang-undang dibahas di DPR, jika memang norma yang ada di dalamnya melanggar hak konstitusional warga negara. Sabar saja dan ikuti, lalu ajukan hak konstitusional tersebut ke Mahkamah Konstitusi. Dalam hal ini, Mahkamah yang nantinya akan mengoreksi apa saja hal-hal dari produk hukum pembuat undang-undang yang melanggar hak konstitusional warga negara, ” kata Heru.
Dalam ceramah kunci kegiatan ini, Heru juga menyebutkan peringkat dari perkara-perkara yang pernah diujikan ke MK oleh warga negara yang berpengaruh bagi kehidupan bangsa Indonesia. Tak lupa pula pada kesempatan ini, Heru menyerukan pada para peserta kegiatan untuk tak sungkan-sungkan mengajukan permohonan pengujian undang-undang ke MK, sebagai upaya bersama dengan MK untuk mengoreksi produk undang-undang yang keluar dari orbitnya.
“Kita sadar dalam situasi seperti sekarang yang serba bernuansa politik, karena memang ini merupakan tahun politik, ada yang mengait-ngaitkan MK berpolitik. Bahwa MK menjalankan kewenangan bersentuhan dengan ranah-ranah politik, itu betul. Namun perlu sama-sama kita tegaskan bahwa MK merupakan lembaga peradilan yang tidak ikut berpolitik praktis. MK tidak akan ikut larut dalam politik kepentingan dan MK akan terus berupaya tampil dengan performa sebagai lembaga peradilan yang tepercaya dengan putusan-putusan yang berbobot dan berkualitas. Sebentar lagi Pemilu 2024, dibutuhkan komitmen tinggi untuk mengantarkan titik demokratis sebagaimana amanah UUD 1945. Maka MK akan menjaga independensi dan imparsialitasnya untuk menghadirkan proses penanganan perkara dengan berkualitas. Dengan demikian MK butuh dukungan semua pihak dan dibutuhkan sama-sama upaya untuk menjaga prinsip dan independensi masing-masing guna menegakkan konstitusi,” tandas Heru. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.