JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan uji materiil Pasal 15 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2023 tentang Mahkamah Konsitusi (UU MK). Perkara yang teregistrasi Nomor 81/PUU-XXI/2023 ini dimohonkan oleh Fahri Bachmid yang berprofesi sebagai dosen Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia Makassar.
Dalam sidang dengan agenda mendengarkan perbaikan permohonan Pemohon, Viktor S. Tandiasa selaku kuasa hukum menyampaikan hal-hal yang telah disempurnakan pihaknya sebagaimana nasihat para hakim pada sidang terdahulu. Yakni mengenai berkas RUU MK yang dimintakan oleh hakim konstitusi pada sidang terdahulu, belum didapatkan oleh Pemohon sehingga untuk memperkuat dalil Pemohon menyertakan berita dari laman Kompas yang memuat persoalan tersebut.
Berikutnya, Pemohon juga melakukan penguatan kedudukan hukum selaku warga negara yang hendak mencalonkan diri sebagai hakim konstitusi pada masa mendatang. Saat ini, sambung Viktor, Pemohon telah berusia 46 tahun dan sebagaimana UU MK disebutkan syarat minimal pencalonan diri sebagai hakim konstitusi yakni 47 tahun. Akan tetapi, dengan diubahnya norma tersebut menjadi 55 tahun berakibat semakin lama kesempatan bagi Pemohon untuk mencalonkan diri.
“Usia 47 ke 55 telah membuat kesempatan Pemohon semakin jauh. Saat ini Pemohon berusia 46 tahun, setidaknya tahun depan sudah bisa mendaftar, tetapi karena usia minimalnya berubah menjadi 55 tahun maka akan makin jauh lagi. Perubahan itu akan semakin merugikan Pemohon dalam mengajukan diri sebagai hakim konstitusi,” sebut Viktor pada Rabu (6/9/2023) dalam Sidang Panel yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra sebagai Ketua Panel dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul dan Daniel Yusmic P. Foekh.
Selanjutnya Pemohon juga telah menambahkan tabel yang memuat perbandingan Putusan MK Nomor 90/PUU-XVIII/2020 dan Putusan MK Nomor 100/ PUU-XVIII/2020 terhadap permohonan yang diajukan pada perkara a quo. Dalam dua putusan tersebut, Mahkamah menyatakan para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum sehingga Mahkamah tidak masuk pada pokok perkara. Oleh karenanya, berdasarkan uraian tersebut permohonan yang diajukan memenuhi syarat pengecualian.
Baca juga: Syarat Minimal Usia Calon Hakim Konstitusi Kembali Dipersoalkan
Sebagaimana diketahui, Pemohon menyebutkan perubahan yang terus terjadi atas syarat minimal usia calon hakim konstitusi, jelas dan nyata menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil yang semakin lama untuk dapat mencalonkan diri sebagai hakim konstitusi. Hak konstitusional Pemohon ini sejatinya telah dijamin oleh Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Pemohon juga menyebutkan beberapa perubahan persyaratan syarat minimal usia untuk menjadi hakim konstitusi yang pernah terjadi. Untuk itu, Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 15 ayat (2) huruf d UU MK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat terhadap frasa “berusia paling rendah 55 (lima puluh lima) tahun,” sepanjang dimaknai lain selain yang secara eksplisit tersurat dalam norma a quo. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina