TOKYO, HUMAS MKRI – Sebagai Sekretariat Tetap Bidang Perencanaan dan Koordinasi, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) kerap memperkenalkan Asociation of Asian Constitutional Court and Equivalent Instituttions (AACC) kala anjangkarya ke mahkamah konstitusi atau lembaga sejenis di luar negeri. Begitu pula yang dilakukan delegasi MKRI yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat melakukan kunjungan kelembagaan ke Mahkamah Agung Jepang pada Senin (4/9/2023). Dalam kunjungan kerja tersebut, delegasi Mahkamah Konstitusi diterima langsung oleh Ketua MA Jepang Tokura Saburo yang didampingi oleh Direktur Sekretariat Itatsu Masamichi dan Direktur Kerja Sama Internasional Ide Masahiro.
Kunjungan kerja tersebut diawali dengan pemaparan tentang tugas, kewenangan dan pengelolaan Mahkamah Agung Jepang. Ide Masahiro menjelaskan bahwa dengan jumlah hakim sejumlah 15 orang yang dipilih oleh kabinet, komposisi hakim MA Jepang saat ini terdiri dari berbagai macam latar belakang, yaitu hakim karier, jaksa, pengacara, diplomat, serta guru besar hukum. Ia juga menjelaskan bahwa tidak ada masa jabatan bagi Hakim Mahkamah Agung Jepang, sepanjang dipilih dalam rentang usia minimum 40 tahun dan pensiun di usia 70 tahun.
Dalam sesi pemaparan tersebut, Masahiro juga menyampaikan bahwa MA Jepang merupakan pintu terakhir dalam menguji undang-undang dengan Konstitusi. “Peradilan dibawah Mahkamah Agung juga memiliki kewenangan dalam melakukan judicial review,” ujarnya.
Sebagaimana sistem yang juga diterapkan oleh Amerika Serikat, di Jepang juga menerapkan bahwa kasus konkret dimungkinkan untuk menjadi pintu masuk dalam melakukan perubahan undang-undang dengan syarat adanya kerugian konstitutional yang dapat dibuktikan oleh pemohon.
Setelah menerima pemaparan dan informasi tentang MA Jepang, delegasi MKRI kemudian melanjutkan diskusi dengan Ketua MA Jepang Tokura Saburo. Membuka diskusi Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyatakan bahwa delegasi MKRI ingin semakin mempererat hubungan antara Indonesia dan Jepang yang sama-sama merupakan anggota dari G20, khususnya dari sektor yudisial. Arief menyatakan bahwa meski Indonesia dan Jepang memang memiliki sistem hukum yang sedikit berbeda, namun kedua negara memiliki semangat yang sama dalam penegakkan hukum, HAM, dan demokrasi.
Selain itu, Arief juga menyampaikan keinginan MKRI untuk mempelajari beberapa kewenangan Mahkamah Agung Jepang dan bagaimana pengalaman MA Jepang dalam menyelesaikan seluruh proses dengan cepat, tepat dan adil, serta kemungkinan untuk memiliki kerjasama di bidang capacity building. Arief juga mendiseminasikan beberapa kiprah MKRI dalam forum global/imternasional, di antaranya yaitu The World Conference on Constitutional Justice (WCCJ) dan The Association of Asian Constitutional Court and Equivalent Institution (AACC). Terkhusus perihal AACC, MKRI selaku sekretariat tetap juga mengundang partisipasi Mahkamah Agung Jepang untuk dapat mempelajari lebih dalam tentang AACC dan turut berpartisipasi dalam kegiatan simposium atau konferensi AACC di masa yang akan datang.
Menanggapi penyampaian Arief Hidayat, Hakim Ketua Tokura merespons dengan menyatakan bahwa beliau telah mendengar tentang kiprah MKRI di pergaulan internasional antara peradilan konstitusi, serta utamanya tentang asosiasi MK se-Asia. Namun Ia juga menyatakan bahwa sesuai ketentuan yang diberikan, MA Jepang tidak mengikuti organisasi manapun, karena itu, ia mohon dapat dimengerti tentang kondisi tersebut. “Meski kami tidak menjadi anggota organisasi manapun, namun MA Jepang tetap memahami pentingnya berdiskusi dengan Mahkamah di negara lain yang memiliki kewenangan serupa agar dapat saling belajar,” sebutnya.
Melanjutkan penyampaiannya, Tokura menyatakan bahwa dalam konteks membangun hubungan dengan MKRI, ia berharap agar kedua Mahkamah dapat terus menjalin komunikasi dan menindaklanjuti dengan langkah yang konkret. Ia kemudian menyebutkan bahwa MA Jepang memiliki hal baik yang mungkin dapat menjadi perhatian MKRI, yaitu tentang mediasi perkara.
“Kami pernah memberikan pelatihan kepada peradilan di Vietnam yang tertarik untuk menerapkan mediasi perkara di negaranya, mungkin hal ini juga akan menarik bagi Indonesia,” tutupnya.
Kunjungan kerja delegasi MKRI ke Mahkamah Agung Jepang merupakan kunjungan kelembagaan yang pertama kali dilakukan untuk dapat mempererat hubungan kedua lembaga termasuk dalam memperkenalkan AACC setelah berdiri pada 2010. Turut hadir dalam pertemuan tersebut dari pihak delegasi MKRI, yakni Asisten Ahli Hakim Konstitusi Irfan Nur Rachman; Kepala Subbagian Kerja Sama Luar Negeri Immanuel Hutasoit; Panitera Pengganti Rahadian Prima Nugraha serta diplomat fungsi politik KBRI Tokyo, Budi A. Djafar. (*)
Penulis: NL
Editor: Lulu Anjarsari P.