JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak permohonan pengujian Pasal 56 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (UU Wakaf). Permohonan diajukan oleh Hasanuddin Rahman Daeng yang memohon agar masa jabatan anggota Badan Wakaf Indonesia (BWI) selama 3 (tiga) tahun berubah menjadi 5 (lima) tahun. Sidang pengucapan Putusan Nomor 72/PUU-XXI/2023 ini digelar pada Rabu (30/8/2023) di Ruang Sidang Pleno MK.
Sidang pengucapan putusan tersebut dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi delapan hakim konstitusi. MK dalam pertimbangan hukumnya menjelaskan adanya perbedaan masa jabatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia (BWI) dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Menurut Mahkamah, BWI, BAZNAS dan BPKH merupakan lembaga yang secara kelembagaan penting dibentuk karena tujuan, tugas, fungsi dan kewenangan lembaga tersebut tidak dapat dilakukan oleh main state organ atau auxiliary state organ yang telah ada. Oleh karena itu, untuk menentukan berapa lama masa jabatan anggota dari lembaga yang dibentuk, sepenuhnya merupakan kewenangan lembaga pembentuk peraturan perundang-undangan sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing lembaga, badan atau organ yang bersangkutan dalam peraturan pembentukannya.
Dengan demikian, tidak terdapat persoalan konstitusionalitas norma karena adanya perbedaan masa jabatan anggota di BWI dengan anggota di BAZNAS dan BPKH. Sebab, perbedaan tersebut tidak didasarkan pada alasan “agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa atau keyakinan politik”, sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
“Oleh karena itu, menurut Mahkamah, dalil Pemohon yang menyatakan Pasal 56 UU 41/2004 bersifat diskriminatif tidak beralasan menurut hukum,” kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih membacakan pertimbangan hukum putusan.
Terkait dengan dalil Pemohon yang mempersoalkan hak Pemohon yang tidak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan karena masa jabatannya tidak 5 (lima) tahun, tidak ada kaitannya dengan Pasal 56 UU Wakaf karena perbedaan masa jabatan keanggotaan di ketiga lembaga tersebut (BWI, BAZNAS, dan BPKH) tidak menghalangi setiap warga negara Indonesia untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Selain itu, juga tidak membatasi pengabdian kepada negara dalam mengembangkan perwakafan nasional.
Menurut Mahkamah, pengaturan tenggang waktu masa jabatan sejatinya tidak berkorelasi dengan tinggi-rendahnya tingkat kedudukan suatu lembaga, badan, atau organ, serta tidak berkaitan dengan kuantitas dan kualitas pengabdian kepada negara, sehingga tidak menghalangi setiap warga negara Indonesia untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Justru dengan adanya perbedaan tersebut memberikan pilihan kepada warga negara Indonesia tentang kepastian hukum untuk menentukan berapa lama dirinya dalam pemerintahan dalam rangka menjalankan fungsi yang telah ditentukan. Perbedaan masa jabatan di setiap lembaga seperti BWI, BAZNAS, dan BPKH tidak serta-merta dapat diartikan melanggar hak konstitusional warga negara atau bertentangan dengan UUD 1945 karena hal tersebut ditentukan sesuai dengan dasar hukum pembentukannya, berdasarkan kebutuhan pengaturan masing-masing lembaga. Oleh karena itu, menurut Mahkamah dalil Pemohon a quo yang menyatakan Pasal 56 UU 41/2004 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (3) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 adalah tidak beralasan menurut hukum.
Baca juga:
Anggota BWI Mintakan Penyetaraan Lembaga Negara Independen Nonkementerian
Anggota Badan Wakaf Indonesia Perbaiki Permohonan Uji Masa Jabatan
Sebagai tambahan informasi, permohonan Perkara Nomor 72/PUU-XXI/2023 diajukan oleh anggota Badan Wakaf Indonesia Pusat (BWI Pusat) Hasanuddin Rahman Daeng Naja yang mengujikan ketentuan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (UU Wakaf) terhadap UUD 1945.
Pasal 56 UU Wakaf menyatakan, “Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat untuk 1 (satu) kali masa jabatan.”
Dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK, Selasa (25/7/2023) Daeng yang hadir secara langsung menyebutkan uji materi dilakukan sebagai perjuangan untuk penyetaraan kedudukan BWI dengan lembaga negara independen nonkementerian. Utamanya, dalam struktur negara berdasarkan prinsip keadilan dan kesetaraan sebagaimana dalam Pasal 27 dan Pasal 28 UUD 1945. Menurutnya, Pasal 56 UU Wakaf bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945 yang memberikan batas waktu urusan pemerintahan selama lima tahun untuk satu jabatan.
“Terdapat ketidakadilan dan ketidaksetaraan serta diskriminasi atas masa jabatan 3 tahun bagi anggota BWI. Sementara bagi lembaga negara independen nonkementerian lainnya yang memiliki masa jabatan 5 tahun, seperti Badan Amil Zakat Nasional, Badan Pengelola Keuangan Haji, dan 12 lembaga negara independen nonkementerian lainnya termasuk KPK yang baru saja, masa jabatannya berubah dari 4 tahun menjadi 5 tahun berdasarkan Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022,” sebut Daeng.
Oleh karena itu, Daeng dalam petitumnya meminta MK menyatakan Pasal 56 UU Wakaf bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, “Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat untuk 1 (satu) kali masa jabatan.”
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Tiara Agustina.