JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kunjungan 140 mahasiswa Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid (Fasya UIN Gus Dur) Pekalongan, pada Selasa (22/8/2023). Kunjungan tersebut diterima oleh Asisten Ahli Hakim Konstitusi, Muhammad Reza Winata di Aula Gedung I MK.
Reza dalam pemaparan materi menjelaskan MK merupakan lembaga negara yang dibentuk pada era Reformasi. Adapun ide pembentukan MK di mana dalam pembahasan Undang-Undang Dasar (UUD) oleh BPUPKI, Mohamad Yamin mencetuskan ide pembentukan Balai Agung yang memiliki kewenangan membanding Undang-Undang (UU) terhadap UUD. Namun ide tersebut disanggah oleh Supomo dengan argumentasi saat itu Indonesia belum cukup memiliki sarjana hukum. Selain itu, Indonesia yang masih dipengaruhi hukum Belanda menganut sistem pembagian kekuasaan. Selanjutnya, ide pembentukan MK muncul kembali pada pembahasan amendemen tahap ketiga UUD.
“MK merupakan lembaga yang dibentuk di era reformasi melalui amendemen UUD 1945. Pada saat Orde Baru banyak pelanggaran yang terjadi sehingga dibentuk MK di Indonesia,” ujar Reza.
Kemudian, Reza juga menerangkan mengenai kewenangan yang dimiliki MK. ia menyebut, berdasarkan Pasal 24C UUD 1945, MK memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban. Berbicara mengenai kewenangan MK dalam pengujian undang-undang (UU), seorang warga negara yang merasa hak konstitusionalnya dilanggar akibat berlakunya suatu UU, dapat mengujinya ke MK. Reza menjelaskan produk DPR dan presiden yakni undang-undang, dapat dinyatakan MK bertentangan dengan konstitusi apabila terdapat permohonan yang diajukan oleh seorang warga negara.
Selain menguji undang-undang, sambung Reza, MK juga memiliki kewenangan dalam memutus sengketa kewenangan antarlembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Kemudian kewenangan memutus pembubaran partai politik. “Namun untuk kewenangan ini MK belum pernah menerima permohonan ini,” jelas Reza.
Kewenangan keempat yang dimiliki oleh MK adalah memutus perselisihan hasil pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah. Selanjutnya, dalam Pasal 24C ayat (2) UUD 1945, MK memiliki kewajiban untuk memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
Reza juga memaparkan, MK sebagai pengawal norma dasar bernegara, memiliki peran untuk menjaga agar keseluruhan proses bernegara sejalan dengan konstitusi, termasuk di dalamnya untuk mewujudkan negara yang sejahtera. Pembangunan yang dilakukan oleh sebuah negara, tentunya harus dilandasi dengan ketentuan hukum yang mengaturnya.
“Dalam rangka itu, peran MK adalah untuk mengawal proses pembangunan untuk pemenuhan dan mewujudkan negara yang sejahtera sejalan dengan norma konstitusi yang menjadi kaidah dasar bernegara. Namun manakala terdapat suatu proses yang tidak sejalan dengan norma konstitusi, maka MK dapat meluruskannya melalui kewenangan yang ada padanya sesuai dengan amanat konstitusi,” tegasnya
Reza pun menegaskan, MK dalam setiap menjalankan fungsi dan tugasnya selalu berusaha memberikan yang terbaik agar menghasilkan putusan yang berkualitas. Para mahasiswa dapat mengambil peran dan ikut berpartisipasi dalam pengujian perkara di MK.
Ia juga menegaskan, putusan MK bersifat final dan mengikat (final and binding). Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa putusan MK bersifat final. Artinya, tidak ada peluang menempuh upaya hukum berikutnya pasca putusan itu sebagaimana putusan pengadilan biasa yang masih memungkinkan kasasi dan Peninjauan Kembali (PK). Dan Hakim MK tidak dapat diintervensi oleh siapapun baik pemerintah, DPR ataupun pihak yang berperkara.
Usai mendengarkan paparan materi yang disampaikan oleh Reza tersebut, para Mahasiswa diajak mengelilingi Pusat Sejarah Konstitusi (Puskon) yang terletak di lantai 5 dan 6 Gedung I MK. Puskon merupakan wahana edukasi yang mendokumentasikan dinamika perjalanan sejarah konstitusi dan Mahkamah Konstitusi yang ditampilkan melalui perpaduan informasi, seni dan teknologi. Melalui Pusat Sejarah Konstitusi, para mahasiswa dapat secara mudah memahami nilai-nilai yang terkandung dalam konstitusi berikut perjalanannya dalam garis sejarah bangsa Indonesia.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.