SURAKARTA, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyampaikan kuliah umum di Fakultas Hukum Universitas Surakarta (FH Unsa) pada Sabtu (19/8/2023). Sebelum memasuki materi inti, Arief mengajak para peserta kuliah umum untuk menyimak sejenak lagu “Satu Untuk Indonesia” karya Yenny Sucipto yang dibawakan oleh Dearly Dave. Melalui lirik lagu ini, Arief menyerukan agar seluruh generasi muda Indonesia khususnya para akademika Unsa untuk menjaga ideologi bangsa yang masyarakatnya sangat heterogen dan memiliki ragam kebudayaan yang besar. Para generasi muda harus terus berupaya menjaga dan melestarikannya dengan memahami konsep “Wawasan Kebangsaan di Lingkungan Kampus, Tantangan dan Solusinya”.
Selaras dengan heterogenitas tersebut, Arief mengingatkan para praktisi hukum untuk menerapkan sinergisitas dari agama dan keyakinan yang ada di Indonesia dalam mendasari kehidupan berhukum. Sehingga hukum tak dijadikan sebagai komoditas, tetapi kosmologi yang ada di Indonesia menjadi dasar utama dalam penyelarasan penciptaan norma-norma hukum bagi masyarakat.
“Kosmologi hukum bukan dibuat di ruang hampa, tetapi layaknya di Indonesia hukum haruslah berkarakter Pancasila. Sehingga majunya teknologi seperti AI sekalipun, tidak akan pernah bisa mengganti keberadaan hakim dalam memberikan pertimbangan hukum untuk membangun keadilan. Maka, di Indonesia sinergi berbagai keyakinan agama itu pun menjadi hal yang mendasari nilai keadilan,“ sampai Arief dalam kegiatan yang dihadiri para petinggi Unsa, di antaranya Rektor Unsa Astrid Widayani, Wakil Rektor II Unsa Roderikus Agus Trihatmoko, Wakil Rektor III Unsa Arga Baskara, Ketua LPPM Unsa Herwin Sulistyowati, Dekan FH Unsa Sumarwoto,; Kaprodi S1 Ilmu Hukum Unsa Andrie Irawanl, Kaprodi S2 Ilmu Hukum Unsa Supriyono.
lebih lanjut Arief mengatakan bahwa memasuki era perubahan yang sangat cepat dibutuhkan keteguhan visi dan misi negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Secara sederhana, Arief menganalogikan kemajuan dunia yang berada dalam ketidakpastian dan kompleksitas situasi ini dengan VUCA (istilah di dunia militer pada 1990-an atau fog war). Untuk itu, Arief mengatakan agar seluruh komponen bangsa khususnya lingkungan kampus menjadi katalisator bagi pengembangan nilai-nilai luhur Pancasila, kearifan lokal, dan budaya asli Nusantara secara masif.
“Pancasila harus tetap diajarkan di perguruan tinggi melalui pemahaman dan penerapannya dalam menyusun hukum yang berkarakter Pancasila. Dan untuk generasi muda di ruangan ini, mari narasikan di media sosial dengan konten-konten yang memperkuat ideologi Pancasila. Ini jadi tugas kita bersama karena kampus bentengnya Pancasila, pusat peradaban dalam menjaga Pancasila dan adat istiadat budaya bangsa Indonesia,” jelas Arief pada kegiatan yang juga dihadiri Sekretaris Jenderal MK Heru Setiawan serta disimak oleh 100 orang peserta kuliah umum FH Unsa.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.