JAKARTA, HUMAS MKRI - Majelis Hakim Konstitusi menegaskan masa jabatan pimpinan KPK adalah 5 (lima) tahun sebagaimana tercantum dalam Putusan Mahkamah Konsitusi (MK) Nomor 112/PUU-XX/2022 berlaku juga bagi pimpinan KPK saat ini. Demikian tercantum dalam pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 68/PUU-XXI/2023 yang dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan yang berlangsung pada Selasa (15/8/2023) di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo, Majelis Hakim Konstitusi berpendapat berkaitan dengan pengujian pengaturan masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun yang tertuang dalam Pasal 34 UU KPK, telah diputus Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022. Dalam pertimbangan hukum putusan tersebut, Mahkamah memberikan simulasi atas skema masa jabatan pimpinan KPK saat ini agar tidak menyebabkan dalam satu kali periode masa periode jabatan Presiden dan DPR, kemudian melakukan seleksi pimpinan KPK sebanyak dua kali dan penilaian tersebut tidak akan berulang setidaknya pada 20 tahun mendatang. Jika menggunakan skema masa jabatan pimpinan KPK saat ini yang diperpanjang menjadi lima tahun, maka seleksi pimpinan KPK tersebut hanya dilakukan satu kali oleh Presiden dan DPR Periode 2019-2024 yakni Desember 2019 yang lalu. Sementara seleksi untuk pengisian jabatan pimpinan KPK berikutnya (Periode 2024-2029) akan dilakukan oleh Presiden dan DPR periode berikutnya pula.
“Dengan demikian, tidak ada lagi keraguan yang dimaksudkan oleh Putusan MK tersebut, yaitu masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun, yang berlaku juga bagi pimpinan KPK saat ini. Hal ini juga sejalan dengan ketentuan Pasal 47 UU MK yang menegaskan putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum. Dengan kata lain, pemberlakuan masa jabatan lima tahun juga bagi pimpinan KPK saat ini, sehingga masa jabatan tersebut akan berakhir pada tanggal 20 Desember 2024. Artinya, hal tersebut tidak bertentangan dengan asas non-retroaktif,” ucap Suhartoyo membacakan putusan dari permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI/Pemohon I) yang diwakili oleh Boyamin bin Saiman bersama dengan Christophorus Harno (Pemohon II) selaku advokat.
Menindaklanjuti Putusan MK
Berikutnya, Hakim Konstitusi Manahan M.P Sitompul menyebutkan pandangan Mahkamah terkait kekhawatiran para Pemohon apabila Keputusan Presiden mengenai perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK berakhir pada 20 Desember 2024 dapat dibatalkan, akan menimbulkan ketidakpastian dan kekacauan hukum terhadap segala tindakan penegakan hukum tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh KPK. Menurut Mahkamah, hal demikian tidak beralasan karena Presiden sebagai addressat putusan Mahkamah telah menindaklanjuti Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022. Artinya, sambung Manahan, Presiden telah benar dan saksama memahami putusan MK tidak hanya berupa amar putusan, namun terdiri dari identitas putusan, duduk perkara, pertimbangan hukum, dan amar putusan, bahkan berita acara persidangan yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan sebagai putusan.
Singkatnya, pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 112/PUU-XX/2022 bertujuan menjawab masa jabatan pimpinan KPK saat ini yang akan berakhir pada 20 Desember 2023, sedangkan dalam amar putusan masa jabatan pimpinan dimaknai menjadi lima tahun. Sebagai konsekuensi yuridis, seharusnya sebelum berakhirnya masa jabatan pimpinan KPK saat ini, Presiden segera menerbitkan Surat Keputusan untuk memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK saat ini sampai dengan 20 Desember 2024.
“Sehingga, pimpinan KPK yang saat ini menjabat mendapatkan kepastian hukum dan kemanfaatan yang berkeadilan sebagaimana diperintahkan oleh Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022. Demikian pula halnya bagi masyarakat agar memperoleh kepastian hukum sebagaimana didalilkan oleh para Pemohon,” sebut Manahan.
Kepemimpinan Periode Berikutnya
Dalam putusan tersebut, Wakil Ketua MK Saldi Isra memiliki alasan berbeda (concurring opinion). Bagi Saldi apabila membaca secara saksama permohonan para Pemohon, khusus pada bagian Petitum yang menyatakan, “Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan” sebagaimana dimaknai dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 112/PUU-XX/2022, dimaknai menjadi, “Ketentuan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun berlaku untuk kepemimpinan periode berikutnya” merupakan Petitum yang tidak dapat menyelesaikan masalah konstitusional yang dimohonkan para Pemohon, yakni kapan sesungguhnya “kepemimpinan periode berikutnya” yang dimaksudkan oleh para Pemohon pada permohonannya.
Dengan tidak jelasnya waktu yang termaktub dalam frasa “kepemimpinan periode berikutnya” dalam Petitum tersebut, bermakna pula bahwa para Pemohon tidak mampu memberikan penegasan terhadap Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 112/PUU-XX/2022 tersebut. Dalam batas penalaran yang wajar, sambung Saldi, para Pemohon berupaya mencari jalan keluar dari ketidakjelasan Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 112/PUUXX/2022. Akan tetapi, Petitum dengan pola perumusan Petitum yang diajukan tersebut disadari atau tidak telah masuk dalam jebakan ketidakjelasan. Utamanya menyoal tidak jelasnya kapan sesungguhnya menghitung waktu “kepemimpinan periode berikutnya” yang dimaksudkan oleh para Pemohon. Dikutip dalam putusan, Saldi mempertimbangkan berdasarkan alasan-alasan tersebut, sesuai dengan ketentuan Pasal 74 PMK 2/2021, seharusnya dalam menyatakan permohonan para Pemohon kabur, Mahkamah tidak perlu membahas atau masuk pada pokok permohonan.
Atas permohonan tersebut, Majelis Hakim memutuskan permohonan tersebut tidak dapat diterima. “Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima,” tandas Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan.
Baca juga:
Menyoal Konstitusionalitas Masa Jabatan Ketua KPK
MAKI dan Advokat Perkuat Alasan Hukum Menyoal Masa Jabatan Ketua KPK
Pada Sidang Pendahuluan pada Senin (10/7/2023) lalu, Boyamin menyebutkan Pasal 34 UU KPK telah dimaknai oleh MK melalui Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022. Dalam pandangannya, pimpinan KPK memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Hal ini menurutnya bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D UUD 1945 karena norma demikian dapat berlaku surut. Sebab, Pemohon II terhalang untuk mengikuti seleksi pimpinan KPK. Dalam pandangannya, ia menginginkan masa jabatan pimpinan KPK tidak berlaku surut. Hal ini guna menjaga independensi KPK yang semestinya dibuat berbeda dengan masa jabatan badan eksekutif dan legislatif. Untuk itu, dalam petitumnya, Mahkamah menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Putusan Nomor 112/PUU-XX/2022 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatanselama 5 (lima) tahun tidak berlaku periode sekarang (Firli Bahuri, dkk.) dan berlaku untuk periode selanjutnya (tahun 2023 – 2028)”. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina