JAKARTA, HUMAS MKRI - Besarnya jumlah pengguna media sosial aktif di Indonesia pada era digital sekarang, turut menggiatkan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjangkau para pencari keadilan dan pemerhati hukum untuk berkomunikasi dengan membentuk jaringan yang tak terhalang jarak dan waktu. Kali kedua, Biro Humas dan Protokol khususnya pada subbagian Hubungan Masyarakat (Humas) mengajak para pengguna media MK atau Courtizen untuk duduk santai “Ngopi Bareng” Jilid II pada Jumat (11/8/2023) sore.
Bertepatan dengan HUT MK Ke-20 pada 13 Agustus 2023 mendatang, para Courtizen dari Facebook, Instagram, Twitter, Youtube, Tiktok, dan laman MKRI ini diajak membahas “20 Tahun MK: Catatan dan Harapan Publik” bersama Wakil Ketua MK Saldi Isra. Dipandu oleh Pembawa Acara Berita Kompas TV Cindy Sistyarani, Saldi berbagi cerita tentang perjalanan catatan MK selama 20 tahun, baik suka maupun duka serta mimpi MK yang ingin dicapai pada masa-masa mendatang.
Dari halaman Gedung 1 MK sembari menikmati secangkir kopi hitam tanpa gula, Saldi mengatakan MK harus terus memiliki mimpi untuk dapat mewujudkan keadilan bagi pencari keadilan. Sebagai institusi baru, sambung Saldi, MK harus menjadi institusi yang dicintai warga negara Indonesia. Adanya kritik terhadap MK menjadi salah satu ungkapan sayang warga negara. Sebaliknya, pembiaran terhadap MK menjadi suatu bentuk tak ada cintanya warga negara pada lembaga peradilan ini.
Perjalanan Dua Dekade MK
Tepat 13 Agustus 2023 mendatang, MK akan memasuki usia 20 tahun. Terhadap ini Saldi yang bergabung sebagai hakim konstitusi sejak 11 April 2017 ini memberikan catatan perhatiannya dalam menjalankan tugas kenegarawanannya. Tak mudah menjadi hakim konstitusi, demikian kata-kata sederhana yang diungkapkan Saldi atas perjalanannya dalam menyelesaikan dan memutus perkara yang dimohonkan para pihak ke MK. Tak hanya menyoal perjuangan hak konstitusional warga negara perseorangan, badan hukum, kelompok hukum adat, dan bahkan para politisi saat menghadapi pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah.
“Tidak mudah jadi hakim di MK, sebab hakim harus selalu berada di tengah. Dapat saja putusannya mengecewakan dan ada kalanya bisa menyenangkan pihak lainnya. Jadi, tidak semua orang bisa kita buat senang. Lagi-lagi terhadap putusan yang diuntungkan, ia akan senang, dan demikian juga sebaliknya. Hal terpenting adalah bagaimana hakim membangun argumentasi terhadap apa yang diputuskannya. Jadi, bagi courtizen, argumentasi hakim itulah yang harus dicerna dengan baik,” kisah Saldi.
Saat ditanya Cindy tentang hal menantang selama menjadi hakim konstitusi, Saldi menceritakan salah satunya tentang sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup. Ia pun turut mengamati di media sosial dan media massa terhadap pro dan kontra perkara tersebut. Baginya perkara ini sedikit di bawah permohonan penyelesaian perkara Pilpres 2019. Sebab, ada banyak mata dan prediksi dari putusan yang akan disampaikan hakim pada masa itu. “Ini sungguh menjadi putusan yang menantang bagi saya karena ada banyak orang yang memprediksikan ini dan itu, bahkan saat hakim bertanya di ruang sidang ada dianggap hakim sudah memutuskan. Sehingga media ada yang miss perception, padahal di ruang sidang itu hakim bertanya untuk mendalami perkara. Jadi, para courtizen yang konsen pada MK, pertanyaan hakim saat di ruang sidang itu dilakukan hakim untuk pengayaan agar memiliki cukup pandangan untuk memutus perkara. Maka, tunggu argumentasi hakim itu pada saat diucapkan,” terang Saldi.
Kesadaran Berkonstitusi
Menyoal capaian terhadap kesadaran berkonstitusi bagi warga negara yang telah diraih MK, Saldi pun punya pandangan tersendiri. Diajukannya permohonan atas suatu norma undang-undang oleh Pemohon perseorangan atau suatu kelompok menjadi suatu barometer tersendiri atas makna kesadaran berkonstitusi warga negara. Menurut Saldi, hal ini terbukti dengan tidak berbondong-bondongnya perseorangan mengajukan permohonan. Adanya prinsip erga omnes atas putusan yang diucapkan MK terhadap suatu perkara yang diujikan, membuat para pihak yang memiliki persoalan yang sama memilih untuk menyimak jalannya persidangan hingga putusan diucapkan. Dan saat putusan dikabulkan atau pun tidak dikabulkan, para pihak yang memiliki kepentingan yang sama pun akan bersikap menerima hasil putusan tersebut.
Selain itu, wujud kesadaran berkonstitusi lainnya menurut Saldi terlihat saat sengketa pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah. Apabila ada pihak dari suatu partai tidak berterima dan merasa dicurangi saat pelaksanaan pemilihan, dengan kesadaran berhukum ia pun menempuh jalan datang ke MK. Saldi pun membuat perbandingan penyelesaian perselisihan hasil pemilu di Indonesia pada 2019 dengan pemilu di Amerika Serikat pada 2020.
“(pada Pemilu 2019 di Indonesia) begitu perkara pemilihan masuk ke MK, apapun putusan yang diucapkan hakim maka para pihak menerimanya. Sedangkan di Amerika Serikat hingga batas waktu yang tak tentu pihak yang tidak berterima masih menganggap dirinya sebagai pemenang pemilihan. Maka dari ini kita bisa melihat pelaku politik kita di Indonesia ini memiliki kesadaran dalam penyelesaian sengketa pemilu yang lebih baik dibandingkan dengan Amerika Serikat. Sebab, di MK inilah tempat yang paling netral untuk menyelesaikan sengkarut politik. Setidaknya ini pun jadi bukti bagaimana kesadaran bernegara, berkonstitusi, dan berhukum untuk menyelesaikan problem hukum dalam masyarakat,” sampai Saldi dalam diskusi konstitusi yang turut diiringi oleh alunan merdu suara dari Ibrani Pandean.
Courtizen Bertanya, Saldi Menjawab
Tak hanya menikmati suasana sore, Courtizen yang duduk bersama dengan hakim konstitusi asal ranah minang ini diperkenankan mengajukan pandangan dan pertanyaan seputar dua dekade MK bersama rakyat Indonesia. Salah satunya pertanyaan Courtizen yang berasal Kepulauan Kei, Maluku Tenggara yang menanyakan tentang pengaduan konstitusional (constitutional complaint) sebagaimana kewenangan MK di beberapa negara lain di dunia. “Apakah kemudian MKRI pun akan menghadirkan kewenangan ini di Indonesia?” tanya Courtizen tersebut.
Saldi pun menjawab, apabila konstitusi memberikan kewenangan tersebut, maka MK pun akan menjalankannya. Saldi menganalogikan dengan MK yang ada di Korea Selatan dan Jerman yang menangani 95% perkara pengaduan konstitusional. Sebab warga negaranya tidak memiliki sarana lainnya selain MK untuk menyelesaikan berbagai perkara hukum yang dialaminya. Atas analogi ini, Saldi pun mengilustrasikannya dengan formula dan mekanisme yang disiapkan MK untuk menghadapi penanganan perkara pemilu dan pilkada sebagai wujud dari kesediaan MK untuk mengemban kewenangan terkait constitutional complaint. MK sebagaimana dalam menghadapi perkara perselisihan hasil pemilu dan Pilkada, membagi sembilan hakim konstitusi dalam tiga panel dan menyebar perkara dengan tidak memberikan perkara yang berasal dari daerah asal hakim konstitusi yang ada pada suatu panel tertentu. Hal ini menurut Saldi guna menjauhkan para hakim konstitusi dari keberpihakan dan kecenderungan dari penyelesaian permohonan yang diajukan para pihak yang berperkara.
Upaya Memperbaiki Diri
Layaknya manusia, MK pun menurut Saldi terus berupaya memperbaiki diri agar putusan-putusan yang diucapkan para hakim konstitusi tersebut dapat diterima oleh semua warga negara. Bukan karena memuaskan banyak pihak, tetapi sistem yang disiapkan secara objektiflah menjadi upaya MK agar putusannya diterima para pihak. Tak hanya itu, Saldi pun juga berharap memasuki usia ke-20 tahun ini MK berupaya terus memperbaiki diri menuju MK 20 tahun mendatang.
“Atas 20 tahun berikutnya, apa yang dipikirkan dan yang dikritik terhadap MK pada 20 tahun pertama ini, tidak lagi menjadi kritik pada 20 tahun kedua MK nantinya. Dan pada kesempatan ini, saya berterima kasih pada courtizen yang hadir khususnya pada sore ini yang menjadi suatu bentuk konkret atas dukungan terhadap MK dan bukti cinta warga negara pada MK. Jadi, janganlah takut untuk datang ke MK dan memberikan kritik sepanjang kritikan tersebut konstruktif dan bersifat membangun semakin baiknya lembaga ini,” sampai Saldi menutup perjumpaan dengan Courtizen.
Baca juga:
MK Ajak Followers “Ngopi Bareng”
Untuk diketahui, guna menjaga ekosistem dan merangkul Courtizen MK menggelar “Ngopi Bareng Courtizen” secara berkala. Dalam acara yang digelar untuk kedua kalinya ini, MK mengundang sebanyak 70 orang pengikut akun media sosial MK dan menghadirkan Wakil Ketua MK Saldi Isra. Sebelumnya, MK juga pernah menggelar kegiatan serupa pada Jumat (22/7/2022) dengan mengundang sebanyak 50 orang pengikut akun Instagram MK dan menghadirkan Ketua MK periode 2013–2015 Hamdan Zoelva dan penggiat media sosial, Tsamara Amany.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.