JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar forum akademik global tahunan yang membahas ide-ide dalam hukum tata negara melalui The 6th Indonesian Constitutional Court International Symposium (ICCIS) pada Kamis (10/8/2023) di Jakarta. Dengan tema “Constitutional Court and Judicial Independence : A Comparative Perspective”, para peneliti, akademisi, dan praktisi hukum yang berasal dari berbagai perwakilan negara akan mendiskusikan berbagai perspektif tentang upaya penguatan dan perlindungan terhadap prinsip independensi peradilan sebagai landasan utama dari negara hukum dan demokrasi.
Wakil Ketua MK Saldi Isra dalam sambutan pembukaan kegiatan menyampaikan selama dua dekade Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah memberikan kontribusi yang signifikasn dalam menjaga konstitusi, hak konstitusional warga negara, dan demokrasi. Namun peringatan hari jadi kelembagaan ini juga menjadi sarana bagi peninjauan kembali prinsip kekuasaan yudisial berupa independensi peradilan. Melalui forum diskusi internasional ini, sambung Saldi, pilihan mengulas perspektif komparatif tentang independesi peradilan, nantinya sangat memungkinkan bagi para peserta untuk melakukan peninjauan atau evaluasi terhadap pelaksanaan konsep independensi dari praktik terbaik yang telah pula dijalankan masing-masing negara. Melalui forum diskusi ini pula, diharapkan dapat dihasilkan rumusan dari kompleksitas dan tantangan dalam mempertahankan keberadaan peradilan yang independen dari berbagai sistem hukum yang dijalankan di dunia.
Tantangan Bagi Independensi Peradilan
Secara lugas dan jelas Saldi menyebutkan, tantangan saat ini dan ke depan yang dihadapi peradilan di antaranya melalui revisi undang-undang tentang peradilan, masalah profesionalisme staf pendukung pada lembaga peradilan, ekonomi anggaran dan keuangan peradilan, dan bahkan upaya dari lembaga lain untuk melemahkan independensi peradilan atau setidaknya mengurangi peran lembaga peradilan. Terkait itu, pada forum ini, Saldi meminta untuk patut menjadi bahasan dan perhatian atas independensi MK pada negara demokrasi yang sedang berkembang maupun mapan. Adapun tantangan khusus berikut yang juga akan dihadapi semisal peran MK dalam melindungi prinsip pemilu yang bebas dan adil serta menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga demokasi tersebut.
“Masalah berikutnya berkaitan dengan independensi hakim konstitusi dalam pengambilan keputusan. Ini krusial, jika independen maka argumentasi hukum yang diambil seorang hakim saat memutus perkara tidak akan menemui tekanan dari pihak luar. Selanjutnya skenario global berupa adanya ancaman pada peradilan dari gerakan propulis seperti menganjurkan perubahan peraturan, memperluas kewenangan pengadilan, dan mengikis independensi pengadilan juga patut menjadi bahasan mendalam pada forum ini,” sebut Saldi.
Perlindungan dari Intervensi Politik dan Ekonomi
Sementara itu, Jimly Asshiddiqie (Hakim Konstitusi masa jabatan 2003 – 2008) dalam paparan mengajak para peserta simposium untuk memahami nilai dan implementasi dari demokrasi. Dalam pandangannya, semua negara yang menggunakan sistem demokrasi mengatasnamakan prinsip kebebasan dan kesetaraan dari pemilih suara terbanyak dari sebuah pemilihan yang kelak menjadi penentu dalam pengambil keputusan di masyarakat. Padahal hal terpenting yang harus dipahami dalam menggunakan konsep suara mayoritas adalah tak selalu identik dengan kebenaran dan keadilan, khususnya dari kebenaran keberadaan konstitusi. Adanya kompromi politik antara pemegang suara terbanyak tersebut, dapat saja melahirkan hal yang melanggar hak dari golongan minoritas. Sehingga tak ayal ditemukan adanya keputusan-keputusan yang melanggar hak kelompok minoritas tersebut, baik soal hak asasi manusia maupun eksistensi konstitusi sebagai sumber utama norma dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itu, sambung Jimly, demokrasi mayoritas yang tercermin dalam pemerintahan perlu diimbangi dengan prinsip hukum yang terejawantahkan pada lembaga yuridis guna mengendalikan demokrasi yang hanya mengandalkan suara mayoritas. Sebab, demokrasi yang berkualitas harus berhubungan dengan substantif yang menggabungkan prinsip mayoritas dan minoritas secara berimbang.
“Tiap negara demokratis tersebut perlu membangun sistem peradilan yang dapat diandalkan, pejabat yang mengelola negara pun harus mematuhi hal yang telah diputuskan oleh pengadilan tersebut. Hal ini berguna untuk menjaga kepentingan masyarakat yang tidak boleh dikhianati. Sebab itulah MA dan MK sebagai lembaga yudisial di Indonesia hadir untuk melindungi dari intervensi politik dan ekonomi, baik terhadap kasus yang ditangani lembaga serta kehadiran hakim dan kelembagaan yang secara struktural pun harus mandiri,” jelas Jimly.
Antusias Peserta
Dalam laporan kegiatan, Kepala Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara dan Pengelolaan Perpustakaan MK Pan Mohamad Faiz menyampaikan forum diskusi dan presentasi berskala internasional ini diikuti oleh sekitar 700 peserta yang terdaftar secara luring yang tak hanya dari Indonesia, tetapi juga dari negara-negara lainnya. Sehingga kegiatan ini akan disiarkan secara live streaming untuk dua hari ke depan agar para peserta dapat menyimak jalannya simposium internasional dengan saksama. “Adapun terhadap artikel-artikel terpilih dari ICCIS Ke-6 ini, akan diterbitkan pada jurnal akademik Mahkamah Konstitusi yakni Constitutional Review yang telah terindeks Scopus yang dikelola oleh Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara dan Pengelolaan Perpustakaan,” sampai Faiz.
Independensi dan Profesionalisme
Mengawali diskusi, pada Sesi 1 hadir beberapa pemakalah sekaligus penanggap yang akan memberikan pandangan atas pemikiran yang disajikan. Dengan dimoderatori oleh M. Ali Safa’at dari FH Universitas Brawijaya, hadir perwakilan dari Senior Associate Justice Marvic Mario Victor Famorca Leonen dengan paparan berjudul “Philippine Constitutional Adjudication: Balancing Fundamental Liberties and Government Powers”; Tim Lindsey dari Melbourne Law School, Australia dengan makalah berjudul “Approaches to Judicial Independence in Australia and Indonesia: A Comparison”; dan Sang-Hyeon Jeon dari Seoul National University School of Law, Korea dengan presentasi mengambil topik, “The Composition of the Constitutional Court and Judicial Independence : Focusing on Experiences in Korea”.
Pada ulasannya, Sang-Hyeon Jeon menyatakan keberadaan Mahkamah Konstitusi merupakan isu penting bagi terwujudnya demokrasi konstitusional. Bahwa legitimasi demokrasi harus dijamin, dan independensi serta profesionalisme MK harus pula memenuhi beberapa kriteria. Misalnya saja pada Konstitusi Korea diungkapkannya yang mempercayakan komposisi Mahkamah Konstitusi kepada Presiden, Majelis Nasional, dan Ketua Mahkamah Agung. Diakui oleh Sang-Hyeon Jeon, meski Mahkamah Konstitusi negaranya telah memberikan kontribusi yang menentukan bagi pembentukan demokrasi konstitusional, namun tetap ditemui adanya kritik dari komposisi Mahkamahnya dalam hal institusi dan praktik.
“Sebenarnya tidak sedikit permasalahan yang dapat dikemukakan dari segi teori dan praktik. Tetapi sebagian besar masalah berupa hal-hal yang memerlukan amendemen undang-undang dasar. Para pendiri konstitusi saat ini sebenarnya sudah cukup memperhatikan pembentukan demokrasi konstitusional melalui Mahkamah Konstitusi, namun pada saat yang sama mereka juga sejatinya gagal memperhatikan bagaimana seharusnya Mahkamah itu diselenggarakan,” cerita Sang-Hyeon Jeon menggambarkan sedikit dinamika independensi dan profesionalisme lembaga peradilan konstitusi di negaranya.
Sebagai informasi, simposium ini akan dilaksanakan selama dua hari (Kamis – Jumat, 10 – 11/8/2023) yang berdekatan dengan Peringatan Hari Ulang Tahun Mahkamah Konstitusi Ke-20 pada 13 Agustus 2023 mendatang. Pada ICCIS Ke-6 ini, MKRI mengajak para peneliti, akademisi, dan praktisi hukum membahas berbagai perspektif akan pentingnya independensi dari lembaga peradilan, khusunya peradilan konstitusi. Adapun subtema yang menjadi bahasan para pemakalah di antaranya Independence of the Constitutional Court in the Democracy Era; Independence of Constitutional Judges in the Decision-Making Process; Threats to Judicial Independence Posed by Populist Movements; The Constitutional Court’s Budget and Financial Independence; dan The Constitutional Court Performance and Independence of Judicial Staff. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.