JAKARTA, HUMAS MKRI - Dalam diskusi sesi dua Kursus Singkat Internasional (Short Course) yang diselenggarakan Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions (AACC) keenam, hadir Hakim Konstitusi periode 2003-2008 dan periode 2015-2020 I Dewa Gede Palguna, Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Turkiye, Kepala Program Studi S3 Universitas Sebelas Maret Hartiwiningsih, pada Kamis (10/8/2023) di Jakarta.
Pada kesempatan itu, Palguna mengatakan pada saat ini MK juga diberi kewenangan untuk memutuskan sengketa terkait dengan pemilihan kepala daerah. “Saya ingin membagi sedikit pendapat saya jika kita setuju bahwa berkaitan dengan kewenangan MK dalam era digital ini ketika kita mendukung adanya keadilan bagi semua baik transparansi, akuntabilitas dan juga akses terhadap keadilan kepada semuanya, maka ketika ini dianggap sebagai unsur utama,” terang Palguna.
Dalam digitalisasi peradilan atau MK, Palguna menyebut sejak awal, MKRI dipandu oleh visi menjadi badan pengadilan yang modern dan tepercaya. “Dengan visi seperti ini, kita melihat upayanya luar biasa untuk memaksimalkan akses pengadilan bagi orang-orang yang memperhatikan masalah ini terutama terhadap yang ingin mendapatkan pengadilan,” ujarnya.
Menurut Palguna, peraturan perundang-undangan telah mengakomodir sistem pengadilan menggunakan teknologi komunikasi informasi. Kewenangan tersebut memberikan akses yang sangat luas dan nyaman bagi pihak yang mencari keadilan di seluruh Indonesia. Dengan adanya sistem aplikasi secara daring maka para pihak yang membawa kasus pengadilan tidak harus datang secara langsung kepada lembaga peradilan.
“Mereka hanya perlu mengajukan klaim mereka secara elektronik. Ini sangat membantu karena ini tidak hanya memperluas akses terhaap pengadilan tetapi juga dalam hal efisiensi dan efektivitas,” paparnya.
Sementara itu, Hartiwiningsih dalam paparannya menyampaikan, globalisasi telah membawa masyarakat modern hidup dalam era teknologi informasi atau yang disebut dengan era revolusi industri 5.0. Artinya, dunia global telah menempatkan kehidupan manusia berada di tengah-tengah arus teknologi yang begitu cepat perkembangannya baik dalam bidang hukum, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), budaya, pendidikan, dan sosial.
Dampak globalisasi telah membawa semua aspek kehidupan manusia menjadi lebih maju, lebih baik, lebih sejahtara, lebih mudah, dan lebih cepat, hidup dalam suatu habitat yang global, transparan, tanpa batas, saling mengait (linkage), dan saling ketergantungan (interindependence). Kesejahteraan yang dinikmati oleh masyarakat global ini tidak lain karena peran dari transformasi digital yang telah merambah masuk dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebagai contoh kemajuan dalam bidang ekonomi terdapat e-Money, OVO, Gopay, transaksi online melalui e-banking, berjualan online melalui marketplace, kartu debit dan kredit yang bisa dimanfaatkan untuk bertransaksi.
Tranformasi digital pada dunia hukum seperti e-Court, digitalisasi pembentukan regulasi, e-partisipasi melalui aplikasi ini diharapkan masyarakat akan lebih mudah memberikan masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, e-pengundangan dengan aplikasi ini proses permohonan pengundangan dapat secara online, e-litigasi merupakan layanan yang mengelola informasi seputar persidangan di mahkamah konstitusi berbasis teknologi informasi untuk optimalisasi jangkauan penyebaran informasi terkait persidangan.
Tingkatkan Demokrasi
Dalam sesi berbagi pengalaman, Sojung Kim mewakili MK Korea Selatan menyampaikan transformasi digital memiliki dampak signifikan pada media dan sarana yang digunakan salah satu elemen terpenting demokrasi, kampanye pemilu. Di masa lalu, media tradisional satu arah seperti TV dan materi cetak, termasuk pidato di televisi, iklan surat kabar, selebaran pemilu, dan spanduk, digunakan untuk menginformasikan pemilih tentang kandidat dan kebijakan mereka serta membujuk mereka. Namun, setelah transformasi digital, upaya beralih ke komunikasi dua arah di platform online seperti media sosial, di mana para kandidat dapat menyampaikan pesan mereka dan menggalang dukungan. Waktu transformasi ini dapat bervariasi dari satu negara ke negara lain, tetapi dalam kasus Korea Selatan, perubahan signifikan terjadi setelah adopsi internet berkecepatan tinggi secara luas di tahun 2000-an.
Akibatnya, sifat masalah konstitusional terkait kampanye pemilu juga berubah di Mahkamah Konstitusi Korea. Sebelumnya, lanjut Sojung, fokus utamanya adalah apakah pembatasan yang diterapkan pada metode kampanye tradisional, seperti yang disebutkan sebelumnya, melanggar kebebasan kandidat untuk berkampanye atau apakah pembatasan ini diterapkan secara sama untuk semua kandidat. Misalnya, isu-isu seperti apakah peraturan yang melarang publikasi kredensial akademik yang tidak sah dalam materi promosi kampanye melanggar kebebasan kampanye (99Hun-Ba5, 16 September 1999), atau apakah undang-undang pemilihan membatasi partisipasi dalam debat yang diselenggarakan oleh organisasi penyiaran lokal untuk kandidat yang direkomendasikan oleh partai.
“Dengan lebih dari lima anggota di Majelis Nasional atau partai yang memperoleh lebih dari 3% suara pada pemilihan sebelumnya, atau kandidat yang memperoleh lebih dari 10% suara pada pemilihan baru-baru ini atau menunjukkan tingkat dukungan publik lebih dari 5% pada jajak pendapat untuk pemilihan perwakilan distrik melanggar hak atas kesetaraan,” jelas Sojung.
Sementara Mahkamah Malaysia menjelaskan transformasi digital menawarkan peradilan Malaysia kesempatan khusus untuk memodernisasi dan memperkuat perannya dalam menegakkan demokrasi dan supremasi hukum. Dengan merangkul teknologi, peradilan dapat meningkatkan efisiensi, transparansi, dan aksesibilitas sambil menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Namun, itu harus dilanjutkan dengan hati-hati, mengatasi potensi tantangan dan memastikan bahwa digitalisasi sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, transformasi digital peradilan dapat memiliki efek substansial pada demokrasi, mencakup aspek positif dan negatif. Untuk memastikan dampak positif, sangat penting untuk mengatasi tantangan dan risiko, memprioritaskan inklusivitas, dan dengan teguh menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi transparansi, keadilan, dan akuntabilitas selama proses digitalisasi. Dengan demikian, peradilan dapat memanfaatkan teknologi untuk memperkuat demokrasi dan mempromosikan sistem hukum yang adil dan dapat diakses.
Keberhasilan integrasi teknologi digital oleh peradilan Malaysia akan membuka jalan menuju sistem hukum yang lebih inklusif, efisien, dan demokratis. Ini berfungsi sebagai model teladan bagi negara demokrasi lain yang bergulat dengan tantangan transformatif serupa.
Sebagai Sekretariat Permanen AACC, MKRI selalu berkomitmen untuk memajukan asosiasi dari semua sisi. Baik dari sisi perencanaan dan koordinasi, dari sisi penyelenggaraan kegiatan, baik di level hakim konstitusi hingga peningkatan kapasitas working level dari masing-masing negara anggota. Salah satu cara yang ditempuh adalah penyelenggaraan kursus singkat AACC. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.