JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi mendapat kunjungan dari Asian Law Students’ Association Local Chapter Universitas Gadjah Mada (ALSA LC UGM) di Aula Gedung I Mahkamah Konstitusi, pada Selasa, (25/07/2023). Kunjungan tersebut diterima langsung oleh Asisiten Ahli Hakim Konstitusi, Mery Christian Putri, sekaligus memberikan materi “Mahkamah Konstitusi Indonesia: Sejarah, Kewenangan dan Fungsi”.
Di hadapan para mahasiswa tersebut, sebelum memasuki paparannya, Mery memberikan sedikit pengetahuan terkait asal muasal mahkamah konstitusi di dunia, mulai dari sejarah Madison versus Marbury, ide John Marshall dan Hans Kelsen. Hingga akhirnya terjadi perubahan UUD 1945 dan pada 2003 Indonesia memiliki Mahkamah Konstitusi.
“Dalam perubahan (UUD 1945) tersebut akhirnya tidak ada lagi lembaga tertinggi negara, yang ada saat ini semua lembaga kedudukan sama hanya dibedakan fungsi dan kewenangannya.” Jelas Mery.
Selanjutnya Mery menjelaskan mengenai kewenangan MK dalam struktur ketatanegaraan Indonesia. Ia mengatakan MK memiliki kewenangan menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. MK juga berwenang memutus sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara (SKLN) yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar. Selain itu, MK berwenang memutus pembubaran partai politik, dan berwenang memutus perselisihan hasil pemilu. Sedangkan kewajiban MK adalah memutus pendapat DPR mengenai adanya dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran tindak pidana.
“Kemudian, MK memiliki kewenangan tambahan yakni mengadili perkara-perkara sengketa pemilihan kepala daerah. Kewenangan mengadili perkara pemilihan kepala daerah tidak diturunkan dari konstitusi.” jelasnya.
Empat kewenangan dan satu kewajiban MK tersebut, lanjut Mery, merupakan perintah konstitusi. Hal ini diatur dalam Pasal 24C Ayat (1) dan Ayat (2) UUD 1945 serta UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi maupun UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Selanjutnya Mery mengungkapkan fungsi MK yang dari awal hingga sekarang masih dilakukan dan dijaga. Yakni sebagai penjaga ideologi dan konstitusi, penafsir terakhir konstitusi, penjaga demokrasi, pelindung hak asasi manusia, dan sebagai pelindung hak konstitusional warga negara.
Selian itu, Mery juga menerangkan terkait filosofi sembilan pilar yang berada di Gedung MK. Hal ini melambangkan dari jumlah hakim konstitusi. “Jadi hakim konstitusi itu ada 9 orang, di mana mereka dipilih dari tiga lembaga negara yang berbeda, yakni tiga dari Presiden, tiga dari DPR dan tiga dari Mahkamah Agung,” terangnya.
Menutup paparannya, Mery menjelaskan seputar hukum acara pengujian undang-undang (PUU). Persidangan yang dilaksanakan MK dalam perkara PUU mulai dari Sidang Pendahuluan, Sidang Pemeriksaan Lanjutan, hingga Rapat Permusyawaratan Hakim. Sehubungan dengan substansi permohonan, sambung Mery, dalam PUU tidak terkait dengan constitutional complain atau constitutional question.
“Mengenai sistematika permohonan, terdiri atas identitas pemohon, kewenangan mahkamah, kedudukan hukum, posita, petitum. Sedangkan permohonan untuk berperkara ke MK dapat dilakukan secara luring (offline) maupun secara daring (online),” tutupnya.
Penulis: Panji Erawan.
Editor: Nur R.