JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan atas pengujian Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) pada Selsa (25/7/2023) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan Perkara Nomor 68/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI/Pemohon I) yang diwakili oleh Boyamin bin Saiman bersama dengan Christophorus Harno (Pemohon II) selaku advokat.
Christophorus Harno menyebutkan secara langsung pokok-pokok perbaikan permohonan di hadapan Majelis Sidang Panel yang terdiri atas Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul, Wahiduddin Adams, dan Arief Hidayat. Yakni, menyertakan pihak yang dapat mewakili MAKI dalam persidangan, kewenangan Mahkamah, landasan pengujian berupa Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, menguraikan alasan hukum pembentukan KPK untuk tidak beriringan dengan pemerintahan Eksekutif dan Legislatif.
“Dasar pengujian lainnya adalah Pasal 27 dan 28 UUD 1945 yang telah diurai dalam perbaikan, polemik antara perbedaan DPR dengan Pemerintah yang di ada pada link berita yang ada pada naskah permohonan, dan petitum juga sudah disederhanakan,” sampai Christophorus pada sidang yang dihadirinya dengan didampingi Rizky Dwi Cahyo Putra selaku kuasa hukum serta Boyamin bin Saiman (Pemohon I) yang hadir secara daring dari Madinah.
Baca juga: Menyoal Konstitusionalitas Masa Jabatan Ketua KPK
Pada Sidang Pendahuluan pada Senin (10/7/2023) lalu, Boyamin menyebutkan Pasal 34 UU KPK telah dimaknai oleh MK melalui Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022. Dalam pandangannya, pimpinan KPK memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Hal ini menurutnya bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D UUD 1945 karena norma demikian dapat berlaku surut. Sebab, Pemohon II terhalang untuk mengikuti seleksi pimpinan KPK. Dalam pandangannya, ia menginginkan masa jabatan pimpinan KPK tidak berlaku surut. Hal ini guna menjaga independensi KPK yang semestinya dibuat berbeda dengan masa jabatan badan eksekutif dan legislatif. Untuk itu, dalam petitumnya, Mahkamah menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Putusan Nomor 112/PUU-XX/2022 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatanselama 5 (lima) tahun tidak berlaku periode sekarang (Firli Bahuri dkk) dan berlaku untuk periode selanjutnya (tahun 2023 – 2028)”. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina