JAKARTA, HUMAS MKRI - Asisten Ahli Hakim Konstitusi M. Lutfi Chakim menerima kunjungan dari Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), pada Kamis (20/7/2023) di Aula Gedung 1 Mahkamah Konstitusi (MK). Tujuan para mahasiswa tersebut datang ke MK adalah untuk mempelajari seluk-beluk MK baik visi, misi, kewenangan yang dimiliki, dan lain sebagainya.
Mengawali paparannya, Lutfi menjelaskan secara gamblang mengenai kewenangan-kewenangan yang dimiliki Mahkamah Konstitusi (MK). Kewenangan utama MK adalah menguji undang-undang terhadap UUD, kemudian memutus sengketa kewenangan antara lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilu, memutus pendapat DPR apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan perbuatan melanggar hukum maupun perbuatan tercela.
Lutfi memaparkan model pengujian undang-undang secara umum, yakni model pengujian undang-undang secara desentralisasi dan model pengujian undang-undang secara sentralisasi. Model pengujian undang-undang secara desentralisasi dikenal juga dengan sebutan Model Amerika, yang menerapkan model ini, antara lain Amerika Serikat, Australia, Kanada, dan Filipina. Pada model ini, fungsi MK dilaksanakan dalam satu badan, yaitu Mahkamah Agung (MA) dan tidak berdiri sendiri.
Sedangkan model pengujian undang-undang secara sentralisasi, keberadaan (MK) berdiri sendiri dan terpisah dengan MA. Model ini biasa disebut juga Kelsenian Model, diterapkan di Austria, Jerman, Afrika Selatan, Korea Selatan, dan Turki, termasuk Indonesia. Putusan dari model Mahkamah Konstitusi semacam ini bersifat erga omnes.
Lainnya, Lutfi menerangkan mengenai tahap-tahap persidangan di MKRI, mulai dari sidang pendahuluan dengan agenda pemeriksaan kelengkapan dan kejelasan materi permohonan dalam sidang panel oleh tiga hakim konstitusi. Terhadap permohonan tersebut, dalam jangka waktu paling lambat 14 hari MK memberi kesempatan untuk dilakukan perbaikan atau kelengkapan. Karena pada hakikatnya bukan sengketa kepentingan, maka undang-undang mewajibkan Mahkamah melalui hakim panel memberikan nasihat kepada pemohon untuk melengkapi dan/atau memperbaiki permohonannya. Setelah sidang pendahuluan, ada sidang perbaikan permohonan. Kemudian kalau permohonan berlanjut berdasarkan hasil Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) MK, maka akan diteruskan menuju sidang pleno atau pembuktian dengan menghadirkan Pemerintah, DPR, ahli maupun saksi-saksi. Selanjutnya, permohonan Pemohon kembali dibahas dalam RPH, hingga akhirnya dilakukan sidang pengucapan putusan. Usai mendapatkan materi mengenai MK, para mahasiswa diajak berkeliling Pusat Dokumentasi Sejarah Konstitusi yang terletak di lantai 5 dan lantai 6 Gedung 1 MK. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.