JAKARTA(SINDO) â Panitia Pengawas (Panwas) Pilkada Malut dan 20 anggota DPRD Malut meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengambil sikap tegas atas konflik Pilkada Malut yang kian berlarut-larut.
Panwas Malut menilai salah satu pemicu konflik tersebut karena KPU tidak tegas terkait dualisme kepemimpinan KPUD Malut. Sementara DPRD Malut meminta KPU menyurati Presiden bahwa penghitungan di Hotel Bidakara Jakarta oleh Rahmi Husein tidak sah.
Ketua Panwas Pilkada Malut Thalib Abbas mengatakan, sekalipun KPU telah mengeluarkan SK penonaktifan pada Rahmi Husein sebagai Ketua KPUD Malut, faktanya, pemerintahan masih mengakui Rahmi sebagai Ketua KPUD Malut. âKami Panwas bingung, sebenarnya KPU pusat ini tidak punya âgigiâ sebetulnya.
Karena keputusannya tentang SK penonaktifan Rahmi Husein tidak terlegitimasi kelihatannya,â katanya. Kedatangan rombongan DPRD dan Panwas Pilkada Malut itu meminta KPU mengawal hasil rapat paripurna DPRD Provinsi Malut pada 16 April 2008 yang merekomendasikan hasil penghitungan suara ulang oleh Plt Ketua KPUD Malut Mukhlis Tapi Tapi yang memenangkan pasangan Abdul Gafur-Abdurrahim Fabanyo dalam Pilkada Malut.
Wakil Ketua DPRD Malut Abdurrahim Fabanyo berharap KPU bisa menjelaskan kepada Presiden bahwa yang melakukan penghitungan suara di Hotel Bidakara, Jakarta, Februari 2008 lalu, adalah pimpinan KPUD Malut yang telah diberhentikan oleh KPU Pusat yakni M Rahmi Husen dan Ir Nurbaya Soleman. âPenjelasan tersebut, agar lebih jelas.
Kalau tidak begitu, Mendagri bisa bingung,â kata Abdurrahim Fabanyo yang juga kandidat wakil gubernur Malut mendampingi Abdul Gafur. Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengatakan, untuk urusan surat ke Presiden, KPU harus melakukan rapat pleno terlebih dahulu. âTidak bisa kita sepakati langsung,â jelasnya. (kholil)
Sumber www.seputar-indonesia.com
Foto www.google.co.id