JAKARTA, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menjadi pemateri dalam kegiatan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Angkatan XXI yang dilaksanakan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PERADI Jakarta Barat dengan Universitas Bhayangkara Jakarta Raya secara daring dan luring pada Minggu (16/7/2023) di Jakarta. Dalam kegiatan ini, Daniel memaparkan mengenai “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi” dengan mengawali paparan mengenai keberadaan MK dalam sistem hukum ketatanegaraan di Indonesia.
Daniel mengungkapkan bahwa jauh sebelum reformasi bergulir pada 1998, keberadaan lembaga negara memiliki hierarki tersendiri. Barulah pada masa reformasi, revolusi terjadi pada struktur kelembagaan negara yang masing-masingnya memiliki kedudukan yang sama. Sehingga antarlembaga bukan lagi berwujud bertanggung jawab pada lembaga tertinggi, tetapi saling bersinergi antara satu dan lainnya dengan adanya mekanisme check and balances. Termasuk pula dengan hadirnya Mahkamah Konstitusi pada 2003, yang hadirnya tertuang dalam UUD 1945 yang dimuat pada Pasal 24C Ayat (1) dan Ayat (2) UUD 1945.
Berikutnya Daniel membahas tentang Aspek-Aspek Umum Beracara di MK, mulai dari mekanisme pengajuan permohonan, sistematika permohonan, alat bukti yang dapat diserahkan para pihak untuk mendukung perkara, pelaksanaan persidangan, tahapan persidangan hingga pembacaan putusan. Tak lupa pula Daniel menjelaskan mengenai pentingnya para calon advokat memahami asas-asas hukum acara MK sebagai pihak yang akan mendampingi para pencari keadilan dalam memperjuangkan hak-hak konstitusionalnya yang terlanggar atas keberadaan suatu norma undang-undang.
“Berbicara tentang persidangan di MK, terdiri dari pemeriksaan pendahuluan yang dilaksanakan dalam bentuk Sidang Panel yang dihadiri oleh 3 (tiga) orang hakim konstitusi dan Sidang Pleno yang dihadiri sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang hakim konstitusi. Setiap persidangan di MK sifatnya terbuka untuk umum, kecuali rapat permusyawaratan hakim (RPH). Sebuah upaya MK untuk mendekati dan memfasilitasi para pihak, baik permohonan bahkan persidangan pun dapat dilakukan melalui persidangan jarak jauh. Hal ini telah pula sesuai dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Persidangan Jarak Jauh,” sampai Daniel.
Selanjutnya Daniel mengupas tuntas mengenai Putusan MK yang bersifat final. Putusan tersebut, sambungnya, memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum sebagaimana disebutkan pada Pasal 47 UU MK. Selain itu, putusan tersebut pun bersifat erga omnes. Artinya, kendati putusan MK dimohonkan oleh perseorangan/individu, namun keberlakuan putusan tersebut mengikat seluruh warga (umum) dan mempengaruhi politik hukum di Indonesia.
Sementara mengenai Amar Putusan MK, terdiri atas beberapa jenis yakni Tidak Dapat Diterima; Ditolak; Dikabulkan, baik sebagian maupun keseluruhan. Adapun varian lain dari putusan dalam perkara pengujian undang-undang di MK dapat pula meliputi, Konstitusional Bersyarat seperti pada Putusan Nomor 10/PUU-VI/2008; Inkonstitusional Bersyarat seperti pada Putusan Nomor 4/PUU-VII/2009; Menunda keberlakuan putusan seperti yang tertuang dalam Putusan Nomor 016/PUU-IV/2006; dan bahkan ada pula Merumuskan Norma Baru yang ada pada Putusan Nomor 102/PUU-VII/2009.
Pada sela-sela paparan, Daniel pun mempersilakan para calon advokat untuk mengajukan pertanyaan, sanggahan, dan masukan serta hal-hal berupa kritik membangun bagi pelaksanaan kewenangan MK yang telah dijabarkannya. Selanjutnya pada akhir kegiatan, pihak Universitas Bhayangkara Jakarta Raya memberikan plakat sebagai tanda terima kasih atas ilmu yang diberikan hakim konstitusi kepada seluruh peserta PKPA.(*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.