JAKARTA, HUMAS MKRI - Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang diwakili oleh Boyamin bin Saiman bersama dengan Christophorus Harno selaku advokat mengajukan pengujian Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang Pemeriksaan Pendahuluan terhadap Perkara Nomor 68/PUU-XXI/2023 ini dilaksanakan pada Senin (10/7/2023) di Ruang Sidang Pleno MK.
Di hadapan Majelis Sidang Panel yang terdiri atas Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul, Wahiduddin Adams, dan Arief Hidayat ini, Boyamin menyebutkan Pasal 34 UU KPK yang menyatakan “Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan” yang telah dimaknai oleh MK melalui Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022. Singkatnya, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Hal ini menurut para Pemohon bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D UUD 1945 karena norma demikian dapat berlaku surut. Sebab, Pemohon II terhalang untuk mengikuti seleksi pimpinan KPK. Dalam pandangannya, ia menginginkan masa jabatan pimpinan KPK tidak berlaku surut. Hal ini guna menjaga independensi KPK yang semestinya dibuat berbeda dengan masa jabatan badan eksekutif dan legislatif. “Kami menginginkan berlakunya norma ini untuk masa yang akan datang,” sebut Boyamin dalam sidang yang dihadirinya secara daring dari Mekkah.
Untuk itu, dalam petitumnya, Mahkamah menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Putusan Nomor 112/PUU-XX/2022 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: “Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun tidak berlaku periode sekarang (Firli Bahuri dkk) dan berlaku untuk periode selanjutnya (tahun 2023 – 2028)”.
Kerugian Konstitusional
Terkait permohonan ini, Hakim Konstitusi Wahiduddin memberikan nasihat terkait sangat singkatnya permohonan yang hanya terdiri atas 3 halaman. Oleh sebab itu, diharapkan para Pemohon bisa lebih mengulas dan melakukan elaborasi terhadap hal-hal yang harus diperdalam, seperti legal standing para Pemohon yang sesuai dengan ketentuan hukum; alasan permohonan yang memuat putusan MK yang diuji yang terkait dengan kerugian konstitusional para Pemohon; dasar pengujian yang dijadikan landasan harus dibuatkan uraian yang menyeluruh dan utuh.
“Sehingga terlihat inkonstitusional dari norma yang diujikan. Ini perlu dipertajam, tak hanya menyebutkan Indonesia negara hukum, tetapi jabarkan kerugian tentang masa jabatan pimpinan KPK yang dimaksudkan merugikan hak konstitusional para Pemohon. Selain itu perlu juga para Pemohon perlu membuat petitum dengan lebih baik,” sebut Wahiduddin.
Sementara Hakim Konstitusi Arief menyebutkan beberapa hal yang perlu disempurnakan pada permohonan ini. Bahwa para Pemohon perlu memperhatikan sistematika dari permohonan yang lazim dan sesuai dengan PMK yang terbaru, sehingga para Pemohon harus melengkapi sebagaimana ketentuan hukum acara MK. Selanjutnya, Hakim Konstitusi Manahan melihat permohonan yang diajukan sangat singkat dan dinilai belum merepresentasikan norma yang diujikan. Sebab, pasal yang diujian saat ini pernah diujikan dan telah diputuskan MK dengan dimaknai menjadi masa jabatan pimpinan KPK yakni 5 tahun. Dari permohonan ini, para Pemohon menjabarkan argumentasi yang mempertentangkan dengan pendapat sebelumnya. Oleh karena itu, para Pemohon diharapkan dapat melakukan elaborasi terhadap kedudukan hukum dari pihaknya yang sesuai dengan putusan-putusan MK terdahulu. “Ini penting karena jangan sampai kehilangan objek dan pada perihal juga perlu Pasal 34 UU KPK ini disebutkan telah dimaknai oleh MK pada Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022,” sebut Manahan.
Di samping itu, Manahan meminta Pemohon I untuk merujuk pada AD/ART organisasi dapat diwakili hanya oleh satu pimpinan dari suatu organ. Sementara terhadap Pemohon II diharapkan dibuat elaborasi atas alasan-alasan kerugian karena mundurnya masa jabatan dari seorang pimpinan KPK. Sehingga, terlihat kerugian dan keterhalangan Pemohon II dalam mengajukan diri pada masa seleksi nantinya.
Sebelum menutup persidangan, Manahan mengatakan para Pemohon diberikan waktu hingga 14 hari kerja untuk menyempurnakan permohonan sesuai dengan ketentuan hukum acara MK. Sehingga permohonan perbaikan dapat diserahkan kembali selambat-lambatnya hingga Senin, 24 Juli 2023 pukul 10.00 WIB ke Kepaniteraan MK. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina