JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan uji materiil Pasal 1 angka 3, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan) pada Rabu (5/7/2023) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan Nomor 30/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Jovi Andrea Bachtiar yang berprofesi sebagai Analis Penuntutan/Calon Jaksa pada Kejaksaan Negeri Tojo Una-Una, Wakai.
Sidang ketiga ini beragendakan mendengarkan keterangan dari ahli yang dihadirkan Pemohon. Namun karena kondisi kesehatan ahli tidak baik, maka pemohon meminta sidang perkara a quo ditunda.
“Kami sudah menyampaikan permohonan penundaan kepada Kepaniteraan sebelumnya karena kondisi ahli pemohon yang tidak dalam kondisi kesehatan yang baik mohon agar dipertimbangkan agenda mendengarkan keterangan ahli dari pemohon ditunda, Yang Mulia,” ujar Welly Anggara selaku kuasa hukum Pemohon.
Oleh karena itu, Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan sidang permohonan uji UU Kejaksaan ditunda pada Rabu, 12 Juli 2023 pukul 11.00 WIB. “Sidang ini kita tunda Rabu 12 Juli 2023 pukul 11.00 WIBdengan agenda mendengarkan keterangan ahli yang diajukan oleh Pemohon. Jadi, nanti tolong CV dan keterangan tertulis ahli disampaikan sesuai dengan ketentuan berlaku,” jelas Saldi.
Baca juga:
Calon Jaksa Minta MK Perbaiki Definisi Penuntut Umum dalam UU Kejaksaan
Calon Jaksa Pertegas Alasan Pengujian UU Kejaksaan
DPR dan Presiden Minta Sidang Uji UU Kejaksaan Ditunda
Pemerintah Menarik Keterangan Tertulis, Sidang Uji UU Kejaksaan Kembali Ditunda
DPR: Jaksa Agung Bertanggung Jawab Kepada Presiden
Pada sidang terdahulu, Pemohon meminta agar Mahkamah memberikan tafsir konstitusional untuk memperbaiki definisi Penuntut Umum dalam Pasal 1 angka 3 UU Kejaksaan agar mencakup juga Jaksa Agung selain jaksa yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS). Sebab, bisa saja seorang Jaksa Agung merupakan pensiunan jaksa yang tidak lagi berstatus PNS. Dengan demikian, norma a quo nantinya diharapkan tidak lagi bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) UU Kejaksaan. Berikutnya, Pemohon juga memohonkan agar Mahkamah memberikan tafsir tentang pengangkatan Jaksa Agung yang tidak disertai oleh adanya fit and proper test di DPR RI yang menjadi bagian dari penerapan check and balances. Hal ini dapat berakibat pada gangguan independensi Kejaksaan Agung RI sebagai penegak hukum di Indonesia.
Menurut Pemohon, Pasal 20 UU Kejaksaan membuka ruang kesempatan dengan sangat mudah bagi seseorang yang tidak pernah mengalami berbagai hal dan tahapan proses sebagai jaksa untuk menjadi Jaksa Agung. Padahal, kisah Yovi, Pemohon sendiri telah bersusah payah merintis karir sebagai seorang Analis Penuntutan selama 1 – 2 tahun dan mengikuti program Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) selama berbulan-bulan agar dapat diangkat sebagai seorang jaksa. Sehingga norma tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945. Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan ketentuan Pasal 1 angka 3, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 21 UU Kejaksaan bertentangan dengan UUD 1945. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fitri Yuliana