AUSTRIA, HUMAS MKRI - Masih dalam rangkaian kunjungan kerja ke Hungaria dan Austria, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih melakukan anjangkarya ke MK Austria (Verfassungsgerichtshof) pada Jumat (23/6/2023). Pada pertemuan itu, Enny Nurbaningsih bersama delegasi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) berdiskusi dengan Hakim Georg Lienbacher, salah satu hakim senior pada MK Austria yang didampingi Dr. Reinhild Huppmann selalu pejabat protokol dan hubungan internasional MK Austria.
Diskusi berkisar mengenai penguatan kelembagaan kedua lembaga. Terhadap hal tersebut, Enny juga menyampaikan bahwa UU 23 Tahun 2004 yang menjadi dasar kelembagaan MK telah beberapa kali diubah. Setiap perubahan tentunya akan berpengaruh pada kelembagaan MK, termasuk perubahan pada unit pendukung. Oleh karena itu, diskusi dengan MK Austria sangat diperlukan guna menemukan formulasi yang tepat agar dapat memberikan masukan kepada pembentuk undang-undang apabila akan melakukan perubahan terhadap UU MK.
Selain itu, Enny juga mengungkapkan bahwa terdapat sejumlah ahli hukum dan stakeholder MK yang mengharapkan agar MKRI memperluas kewenangan judicial review sehingga mencakup perkara constitutional complaint dan constitutional question. Ia mengharapkan MK Austria sebagai MK tertua di dunia dapat berbagi pengalaman mengenai penanganan kedua jenis perkara tersebut.
Dalam kesempatan tersebut, Hakim Lienbacher yang telah menjadi Hakim Konstitusi Austria sejak 2011 mengungkapkan bahwa secara struktur MK Austria terdiri atas 14 hakim dan Ketua MK (Presiden) berfungsi sebagai kepala organisasi sekaligus sebagai juru bicara yang bertugas mengkomunikasikan kebijakan MK kepada masyarakat. Dalam menyelesaikan perkara, semua persidangan di lakukan secara pleno, kecuali perkara-perkara yang subtansinya dianggap tidak memiliki urgensi untuk diperiksa secara mendalam. Sebagai contoh, permohonan yang tidak termasuk dalam kewenangan MK Austria. Dalam setahun, MK Austria menerima sekitar enam ribu permohonan, dan hanya sekitar 300 perkara yang dianggap dapat diperiksa secara pleno. Untuk setiap perkara ditunjuk seorang hakim sebagai penanggung jawab perkara yang bertanggung jawab menyiapkan segala bahan yang diperlukan untuk dilaporkan kepada seluruh hakim agar para hakim dapat memahami pokok perkara yang akan diputus. Setiap hakim dalam menyiapkan bahan tersebut didukung oleh sejumlah staf hukum (legal clerk), yang memiliki berbagai tugas, termasuk melakukan telaah dan kajian terhadap perkara. Dukungan telaah dan kajian ini bertujuan untuk memastikan putusan yang akan diambil tidak bertentangan dengan perkara sebelumnya.
Kemudian, Lienbacher mengungkapkan salah satu tantangan terbesar MK Austria terjadi pada tahun 2016, ketika MK Austria harus membatalkan hasil pemilihan Presiden. Saat itu MK Austria harus merujuk kepada putusan MK tahun 1928, kala itu Hans Kelsen masih menjadi hakim konstitusi. Pada saat itu, MK Austria harus meminta salinan putusan tersebut dari lembaga arsip nasional karena putusan pada saat itu belum dialihmediakan ke dalam media digital.
Dari diskusi tersebut, terungkap bahwa berbeda halnya dengan MKRI, MK Austria walaupun memiliki ketentuan mengenai tenggang waktu dalam pemeriksaan dan penyelesaian perkara sengketa hasil Pemilu, namun tenggang waktu tersebut diatur sendiri oleh MK dan tidak ditentukan oleh undang-undang. Meski demikian, Enny mengungkapkan bahwa walaupun tenggat waktu penyelesaian perkara sengketa tersebut di atur dalam UU dan tenggat waktunya sangat terbatas, selama ini MKRI tidak pernah melanggar ketentuan mengenai tenggat waktu penyelesaian perkara tersebut.
Setelah sesi diskusi, delegasi Mahkamah Konstitusi diajak untuk meninjau beberapa ruangan penting di Gedung MK Austria yang terdapat di pusat kota Wina tersebut. Salah satu ruang yang dikunjungi adalah ruang sidang pleno dan ruang rapat deliberasi hakim (Ruang RPH) yang terdapat di lantai tertinggi gedung tersebut. Pertemuan tersebut kemudian ditutup dengan kesepakatan antara kedua MK untuk senantiasa mempererat komunikasi dan kerja sama antar-institusi untuk penguatan kelembagaan.(*)
Penulis: SH/ESP
Editor: Lulu Anjarsari P.