JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang pemeriksaan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (26/6) dengan agenda Perbaikan Permohonan. Permohonan perkara Nomor 56/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Partai Berkarya. Adapun norma yang diajukan Pemohon untuk diuji adalah Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i.
Dalam persidangan yang digelar secara luring dengan dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, kuasa hukum Partai Berkarya (Pemohon) Rahman Kurniansyah menyampaikan perbaikan permohonan. “Pertama perubahan judul ditambahkan sehingga menjadi perbaikan permohonan pengujian materiil pada Pasal 169 dan Pasal 227 huruf I UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang 1945,” jelas Rahman.
Kedua, sambungnya, terdapat penambahan batu uji Pasal 28C ayat (2). Selain itu, ada penambahan kalimat pada angka 2 halaman 3. “Selanjutnya, berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (1) huruf a UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK . Penambahan surat KPU Nomor 551 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Keputusan KPU Nomor 518 Tahun 2022 tentang Penetapan Partai Politik beserta Pemilihan Umum tertanggal 14 Desember 2022.
Baca juga:
Partai Berkarya Uji Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden
MK Tolak Permohonan Partai Berkarya Ihwal Masa Jabatan Presiden
Sebelumnya, dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Senin (12/6) Partai Berkarya mengujikan Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu. Pasal 169 huruf n UU Pemilu menyatakan, “Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah: n. belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama”. Kemudian Pasal 227 huruf i UU Pemilu menyatakan, “Pendaftaran bakal Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 dilengkapi persyaratan sebagai berikut: i. surat pernyataan belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama”.
Dalam persidangan yang digelar secara luring, Erizal selaku kuasa Pemohon menjelaskan, Pemohon tidak tercantum dalam Surat Keputusan KPU Nomor 518 Tahun 2022 tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu tertanggal 14 Desember 2022, sehingga Pemohon tidak termasuk partai politik peserta Pemilu 2024. “Meskipun Pemohon bukan sebagai partai politik peserta pemilu 2024, namun Pemohon berpendapat tetap memiliki legal standing,” kata Erizal di hadapan panel hakim yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra dengan didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat, dan Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Menurutnya, Pemohon tetap memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan. Pemohon bersama dengan gabungan partai politik peserta Pemilu Tahun 2024 lainnya yang telah memenuhi persyaratan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Sebab, Pemohon sebagai partai politik non-parlemen, sebelumnya tidak ikut membahas UU 7/2017 sehingga sesuai putusan MK Nomor 35/PUU-XII/2014 Pemohon memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan ini. Oleh karena itu, pemohon menegaskan, ia berhak atas jaminan kepastian hukum yang adil dan kesempatan yang sama dalam pemerintahan serta memiliki hak konstitusional untuk mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sebelum pelaksanaan pemilu.
Pemohon mendalilkan, norma Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu yang memuat kata “atau” berimplikasi pada baik calon Presiden dan calon Wakil Presiden dipersyaratkan “belum pernah menjabat sebagai Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama” atau “belum pernah menjabat sebagai Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama”. Sehingga terdapat konsekuensi logis atas frasa yang terkandung dalam Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu adalah Presiden yang telah menjabat 2 (dua) kali tidak dapat dicalonkan kembali dalam jabatan yang berbeda sebagai calon Wakil Presiden dalam pemilu selanjutnya. Hal ini merugikan Pemohon bersama dengan gabungan partai politik peserta Pemilu Tahun 2024 lainnya untuk mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Pemohon meminta MK untuk mengabulkan permohonan dan menyatakan Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “calon Presiden belum pernah menjabat sebagai Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama atau calon Wakil Presiden belum pernah menjabat sebagai Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama” serta tidak dimaknai “surat pernyataan calon Presiden belum pernah menjabat sebagai Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama atau surat pernyataan calon Wakil Presiden belum pernah menjabat sebagai Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.