JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) dan Pasal 48 angka 19 dan 20 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) yang memuat perubahan atas norma Pasal 33 ayat (5) dan Pasal 33A ayat (1) UU JPH. Sidang perbaikan untuk memeriksa permohonan Nomor 58/PUU-XXI/2023 yang diajukan Felix, digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (26/6/2023).
Dalam persidangan, Rega Felix menyampaikan telah memperbaiki permohonan sesuai dengan nasihat Majelis Hakim. “Pemohon menambahkan data-data kuantitatif sebagai argumentasi tambahan. Berdasarkan data yang ada pada tahun 2022 dalam setahun MUI telah menetapkan fatwa halal sebanyak 105.326 pelaku usaha. Berdasarkan data dari Kemenag dalam 40 hari sejak dibentuknya Komite Fatwa Produk Halal telah berhasi menetapkan 78.948 fatwa halal. Kemenag menargetkan sebesar 10 juta sertifikat halal pada 2024 dengan asumsi target tersebut rasio MUI sebesar 1,053% dari target. Sedangkan jika komite fatwa halal konsisten dengan capaiannya maka dalam satu tahun coverage rasionya sebesar 7,105%. Dengan digabungkan keduanya menjadi 8,158%," ujar Rega.
Selain itu, sambung Rega, pemohon juga menambahkan dengan menguraikan bentuk upaya hukum yang tepat sengketa halal. Kemudian, pemohon juga melakukan perbaikan petitum dengan memperjelas frasa atau klausul mana yang akan ditafsirkan atau dinyatakan inskonstitusional bersyarat. Selain itu, pemohon menambahkan satu poin petitum, yakni meminta agar Mahkamah menyatakan klausa penetapan kehalalan produk dilakukan oleh Komite Produk Halal dalam Pasal 48 angka 19 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2/2022 tentang CIpta Kerja bertentangan dengan UUD 1945.
Baca juga: Menyoal Lembaga yang Berwenang Adili Sengketa Halal
Sebelumnya, Rega Felix mengujikan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) dan Pasal 48 angka 19 dan 20 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) yang memuat perubahan atas norma Pasal 33 ayat (5) dan Pasal 33A ayat (1) UU JPH. Sidang perdana untuk memeriksa permohonan Nomor 58/PUU-XXI/2023 yang diajukan Felix, digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (13/6/2023). Rega menceritakan pelaksanaan sistem jaminan produk halal yang bersifat wajib atau mandatory memiliki potensi adanya sengketa hukum seperti sengketa terhadap sengketa terhadap penentuan nama produk halal yang halal atau tidak halal. UU JPH dan Cipta Kerja yang membentuk berbagai macam lembaga fatwa termasuk adanya MUI dan Komite Produk Halal meningkatkan potensi sengketa menjadi lebih tinggi.
Menurutnya, Pasal 34 ayat (2) UU Cipta Kerja dan Pasal 48 angka 19 lampiran UU Cipta Kerja yang secara khusus yang memuat perubahan atas norma pasal 33 ayat (5) UU JPH dan Pasal 48 angka 20 lampiran UU Cipta Kerja secara khusus yang memuat penambahan norma pasal 33 ayat (1) UU JPH tidak memberikan penjelasan jika terhadap sengketa yang diakibatkan oleh fatwa tidak halal atau keputusan Komite Produk Halal dapat diselesaikan melalui mekanisme apa.
Berdasarkan hal tersebut, sambung Rega, harus ada tafsir konstitusional terhadap pasal a quo agar ketika dilaksanakan tidak menciptakan permasalahan konstitusional yang serius. Sehingga, berasalan menurut hukum untuk menyatakan Pasal 34 ayat (2) UU JPH, Pasal 48 angka 19 lampiran UU Cipta Kerja secara khusus yang memuat atas norma pasal 33 ayat (5) UU JPH dan Pasal 48 angka 20 UU Cipta Kerja yang memuat penambahan norma Pasal 33 ayat (5) dan Pasal 33A ayat (1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU 33/2014) bertentangan dengan UUD 1945. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina