JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) pada Senin (19/6/2023). Sidang ketiga perkara Nomor 42/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Arifin Purwanto yang berprofesi sebagai advokat.
Semula sidang ketiga ini mengagendakan mendengarkan Keterangan DPR dan Keterangan Presiden. Namun, DPR dan Presiden melalui kuasanya meminta persidangan ditunda.
“Sesuai dengan agenda persidangan hari ini adalah untuk mendengar keterangan DPR dan Presiden. Tetapi ada surat permintaan dari kuasa Presiden dan dari DPR yang pada intinya meminta untuk sidang ini ditunda. Jadi di antara DPR maupun kuasa Presiden belum siap untuk menyampaikan keterangan atas permohonan ini. Oleh karena itu, perkara ini sidangnya ditunda Selasa, 4 Juli 2023 pukul 11.00 wib dengan agenda mendengar keterangan Presiden dan DPR,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang Pleno Gedung MK.
Sebelum persidangan ditutup, Wakil Ketua MK Saldi Isra meminta Polri menjadi Pihak Terkait. Oleh karena itu, keterangan Polri dipisahkan dengan keterangan Presiden.
“Karena (perkara) ini menyangkut langsung di Kepolisian, jadi Kepolisian RI diminta sebagai Pihak Terkait. Nanti suratnya (untuk menjadi Pihak Terkait) akan disampaikan. Jadi nanti antara Presiden dengan Kepolisian itu berbeda. Jadi karena ini spesifikasi ada di wilayah Kepolisian akan kami minta sebagai Pihak Terkait, terpisah jangan disatukan dengan keterangan Presiden,” tegas Saldi.
Baca juga:
Masa Berlaku SIM dalam UU LLAJ Diuji ke MK
Pemohon Minta SIM Berlaku Seumur Hidup
Sebagai tambahan informasi, permohonan 42/PUU-XXI/2023 dalam perkara pengujian UU LLAJ diajukan oleh Arifin Purwanto yang berprofesi sebagai advokat. Arifin mengujikan Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ yang menyatakan, “Surat Izin Mengemudi berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang.”
Dalam persidangan yang digelar di MK pada Rabu (10/5/2023) Arifin mengatakan setiap lima tahun sekali ia harus memperpanjang Surat Izin Mengemudi (SIM). Arifin merasa dirugikan apabila harus memperpanjang SIM setelah masa berlakunya habis/mati yakni 5 tahun.
“Setiap perpanjangan SIM, misalnya lima tahun yang lalu saya mendapatkan SIM setelah itu lima tahun habis saya akan memperpanjang kedua. Ini nomor serinya berbeda, Yang Mulia. Di sini tidak ada kepastian hukum dan kalau terlambat semuanya harus mulai dari baru dan harus diproses. Tentu berbanding terbalik dengan KTP. Jadi kalau KTP langsung dicetak,” kata Arifin.
Dalam permohonannya, Arifin menyebut masa berlaku SIM yang hanya 5 tahun tidak ada dasar hukumnya dan tidak jelas tolak ukurnya berdasarkan kajian dari lembaga yang mana. Kerugian lainnya, yakni Arifin harus mengeluarkan uang/biaya serta tenaga dan waktu untuk proses memperpanjang masa berlakunya SIM setelah habis/mati.
Sesuai dengan UU LLAJ, setiap pengendara wajib memiliki SIM. Bagi pengendara kendaraan bermotor yang akan memiliki/mendapatkan SIM tentu bukan perkara yang mudah terutama pada saat ujian teori dan praktik. Di mana, hasil ujian teori tidak ditunjukkan mana jawaban yang benar dan mana yang salah namun hanya diberitahu kalau tidak lulus ujian teori.
Selain itu, tolak ukur materi ujian teori dan praktik tidak jelas dasar hukumnya dan apa sudah berdasarkan kajian dari lembaga yang berkompeten dan sah serta memiliki kompetensi dengan materi ujian tersebut. Hal ini menurut Pemohon jelas bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Arifin meminta MK untuk mengabulkan permohonan dan menyatakan Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang” tidak dimaknai “berlaku seumur hidup”.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.