JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan penarikan kembali terhadap permohonan pengujian Pasal 96 ayat (6) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) pada Kamis (15/6/2023). Perkara Nomor 44/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh dua orang mahasiswa Fakultas Ilmu Hukum Universitas Internasional Batam (UIB), yaitu Albert Ola Masan Setiawan Muda dan Andrew Chua.
Ketua MK Anwar Usman menyebutkan Mahkamah pada 11 Mei 2023 telah menggelar Sidang Pemeriksaan Pendahuluan. Kemudian pada Selasa 23 Mei 2023 MK melalui surat elektronik bertanggal 21 Mei 2023 telah menerima permohonan pencabutan pengujian UU P3. Selanjutnya terhadap hal demikian, telah pula dilakukan konfirmasi secara lisan kepada Pemohon pada Senin, 29 Mei 2023 yang membenarkan mengenai penarikan yang dimaksud. Terhadap penarikan kembali permohonan para Pemohon tersebut, Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) UU MK, Rapat Permusyawaratan Hakim pada 5 Juni 2023 telah menetapkan pencabutan kembali permohonan beralasan menurut hukum dan para Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan.
“Mengabulkan penarikan kembali permohonan para Pemohon; menyatakan permohonan dalam perkara Nomor 44/PUU-XXI/2023 mengenai permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditarik kembali; menyatakan para Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan a quo,” ucap Anwar saat mengucapkan ketetapan permohonan dari Ruang Sidang Pleno MK, Gedung 1 MK, Jakarta.
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 44/PUU-XXI/2023 dalam perkara pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) diajukan oleh dua orang Mahasiswa Fakultas Ilmu Hukum Universitas Internasional Batam (UIB), Albert Ola Masan Setiawan Muda dan Andrew Chua. Para Pemohon mempersoalkan konstitusionalitas aturan mengenai pilihan kegiatan konsultasi publik dalam pembentukan undang-undang yang tertuang dalam Pasal 96 ayat (6) UU P3.
Pasal 96 ayat (6) UU P3 menyatakan, “Untuk memenuhi hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembentuk Peraturan Perundang-undangan dapat melakukan kegiatan konsultasi publik melalui (a) rapat dengar pendapat umum; (b) kunjungan kerja; (c) seminar, lokakarya, diskusi; dan/ atau (d) kegiatan konsultasi publik lainnya”. Risky Kurniawan selaku kuasa hukum para Pemohon dalam sidang perdana yang digelar di MK pada Kamis (11/5/2023) mengatakan para Pemohon merasa hak konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya Pasal 96 ayat (6) UU P3. Menurut para Pemohon Pasal 96 ayat (6) terutama kata “dapat” tidak menempatkan pemenuhan kewajiban sebagai kewajiban melainkan sebagai opsional. Oleh karena itu, agar pemenuhan kewajiban untuk menyediakan ruang partisipasi bagi masyarakat benar-benar tercapai, maka menurut para Pemohon kata “dapat” diganti dengan kata “wajib”. Secara lebih konkret para Pemohon menganalogikan dengan keberadaan UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat karena cacat formil akibat kurangnya partisipasi masyarakat.
Untuk itu, dalam petitum, para Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 96 ayat (6) UU P3 adalah sesuai dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally constitutional), yaitu konstitusional sepanjang frasa “dapat” diubah dengan frasa “wajib”.(*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha