JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) yang diajukan oleh Arifin Purwanto tidak dapat diterima. Putusan Nomor 43/PUU-XXI/2023 tersebut dibacakan dalam sidang pengucapan putusan dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman pada Kamis (15/6/2023) di Ruang Sidang Pleno MK. “Mengadili, Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ucap Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan.
Dalam pertimbangan hukum yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, MK menyatakan Pemohon dalam perbaikan permohonannya tetap tidak menguraikan secara jelas permasalahan konstitusionalitas yang dihadapinya dalam kaitannya dengan berlakunya norma Pasal 70 ayat (2) UU LLAJ. Walaupun telah diberikan nasihat oleh Majelis Panel dalam Sidang Pendahuluan pada 11 Mei 2023. Pemohon hanya menguraikan permasalahan konkret yang dialaminya berkenaan dengan proses, bentuk teknis STNKB dan TNKB, serta masa berlakunya sehingga Mahkamah tidak dapat menilai ada atau tidaknya persoalan konstitusionalitas norma yang dimohonkan pengujiannya.
Selain masalah sebagaimana termaktub dalam Sub-paragraf di atas, Enny melanjutkan, Pemohon dalam Petitum angka 2 memohon kepada Mahkamah agar "Menyatakan frasa "berlaku selama 5 tahun, yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun' dalam Pasal 70 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009 Lembaran Negara R Tahun 2009 No. 96 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa "berlaku selama 5 tahun, yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun tidak dimaknai "berlaku selamanya dan tidak perlu dimintakan pengesahan setiap tahun"." Namun, Pemohon sama sekali tidak menyatakan adanya pertentangan antara norma yang dimohonkan pengujiannya dengan UUD 1945. Padahal untuk dapat menilai suatu pasal dan/atau ayat undang-undang dinyatakan "tidak memiliki kekuatan hukum mengikat", terlebih dahulu pasal dan/atau ayat tersebut harus terbukti dan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
Menurut Mahkamah, sambung Enny, seluruh rumusan petitum Pemohon tidak jelas atau setidak-tidaknya tidak sesuai dengan kelaziman petitum dalam perkara pengujian undang-undang. Terhadap petitum ini telah dikonfirmasi kembali kepada Pemohon pada saat sidang Pemeriksaan Pendahuluan dengan agenda Pemeriksaan Perbaikan Permohonan pada tanggal 25 Mei 2023 [vide Risalah Sidang Perkara Nomor 43/PUU-XX1/2003, tanggal 25 Mei 2023, him, 7) dan Pemohon tetap pada pendiriannya. Oleh karena itu, secara formal, petitum yang demikian tidak sesuai dengan rumusan petitum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf d PMK 2/2021.
Sehingga, berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo dan Pemohon memiliki kedudukan hukum, namun karena adanya ketidakjelasan petitum atau setidak-tidaknya petitum Pemohon merupakan hal yang tidak lazim, maka menyebabkan permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur. Dengan demikian, permohonan Pemohon tidak memenuhi syarat formil permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) UU MK dan Pasal 10 ayat (2) PMK 2/2021. “Oleh karena itu, Mahkamah tidak mempertimbangkan permohonan Pemohon lebih lanjut,” tandasnya.
Sebelumnya, dalam perkara pengujian UU LLAJ ini diajukan oleh Arifin Purwanto yang berprofesi sebagai advokat. Arifin menguji Pasal 70 ayat (2) UU LLAJ menyatakan, “Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor berlaku selama 5 (lima) tahun, yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun.”
Baca juga: Menguji Konstitusionalitas Masa Berlaku STNKB dan TNK
Dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Kamis (11/5/2023), Arifin Purwanto mengatakan ketentuan mengenai masa berlaku Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNKB) dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) selama 5 tahun tersebut tidak ada dasar hukumnya. Arifin mengungkapkan kasus konkret yang dialaminya. Ia harus membawa motornya untuk cek fisik ke kantor SAMSAT Madiun saat STNKB dan TNKB ganti baru. Padahal posisi kendaraan berada di Surabaya. Waktu tempuh Surabaya-Madiun sekitar 4 jam.
Menurutnya, supaya tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 maka STNKB dan TNKB berlaku selamanya seperti sebelum Indonesia merdeka sampai tahun 1984. Selain itu, supaya ada kepastian hukum, untuk mencegah pemalsuan dan pemborosan terhadap STNKB dan TNKB maka masa berlakunya perlu menjadi selamanya dan Nomor Seri dibuat sama dengan nomor seri KTP/NIK KTP dan ada foto pemilik kendaraan tersebut.
Oleh karena itu, Pemohon dalam petitumnya meminta MK untuk menyatakan frasa “berlaku selama 5 tahun yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun” Pasal 70 ayat (2) UU LLAJ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “berlaku selamanya dan tidak perlu dimintakan pengesahan setiap tahun”. Kemudian apabila STNKB tersebut rusak/hilang maka pemilik bisa lapor kepada SAMSAT terdekat untuk dicetak karena semua SAMSAT satu Indonesia sudah terintegrasi secara online. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F.