JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol) kembali digelar Mahkamah Konstitusi pada Senin (12/6/2023). Permohonan diajukan oleh Muhammad Helmi Fahrozi, E. Ramos Petege, dan Leonardus O. Magai.
Sejatinya, agenda sidang Perkara Nomor 53/PUU-XXI/2023 ini adalah untuk mendengarkan perbaikan permohonan. Akan tetapi, kuasa hukum Pemohon melalui pesan singkat yang dikirimkan kepada Juru Panggil MK mengatakan adanya kendala karena beberapa berkas belum tiba dari Papua sehingga pihaknya meminta MK untuk menggugurkan permohonan dari Pemohon.
“Karena ada kendala teknis beberapa berkas dari Papua belum tiba sehingga tidak ada yang bisa hadir siding, dan melalui pesan tertulis ini kuasa Pemohon mengatakan untuk perkara ini digugurkan saja. Terkait dengan hal ini nanti kami Majelis akan mempertimbangkan, akan melaporkan ke RPH (Rapat Permusyawaratan Hakim) berkaitan dengan menggugurkan perkara ini,” terang Wakil Ketua MK Saldi Isra saat memimpin sidang panel bersama dua anggota panel yaitu Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Baca juga:
Calon Kader Persoalkan Masa Jabatan Pimpinan Parpol
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 53/PUU-XXI/2023 dalam perkara pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol), diajukan oleh Muhammad Helmi Fahrozi, E. Ramos Petege, dan Leonardus O. Magai. Para Pemohon mengujikan Pasal 2 ayat 1 huruf b UU Parpol yang menyatakan “Pendiri dan pengurus partai politik dilarang merangkap sebagai anggota partai politik lain”.
Sebelumnya, dalam persidangan pendahuluan yang digelar di MK pada Selasa (30/5/2023), kuasa hukum para Pemohon, Aldo Pratama Amry mengatakan para Pemohon yang telah berusia 17 tahun dan hendak menjadi anggota partai politik akan terlanggar hak konstitusionalnya karena tidak adanya pembatasan atau larangan bagi ketua umum partai politik untuk terus-menerus menjabat sebagai ketua umum. Di samping itu, para Pemohon juga akan kehilangan hak untuk menjadi pengurus salah satu pengurus partai politik karena ketua umum akan mengutamakan orang-orang terdekat untuk mengisi struktur kepengurusan. Sehingga, hal ini menurut para Pemohon akan membentuk dinasti dalam kepengurusan partai politik.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, para Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 2 ayat (1) huruf b UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘Pengurus partai politik memegang masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 (satu) kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut serta pendiri dan pengurus partai politik dilarang merangkap sebagai anggota partai politik lain”.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: M. Halim.