JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Pengujian Materiil Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Sidang ini digelar pada Senin (12/6/2023) dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan Nomor 52/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Leonardo Siahaan yang berprofesi karyawan swasta.
Dalam persidangan yang digelar secara luring, Pemohon mengungkapkan kasus terkait polis asuransi berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 560 K/Pdt.Sus/2012. Adapun pihak yang berperkara adalah Hermi Sinurat sebagai penggugat, dan PT Avrist Assurance sebagai tergugat. Hermi Sinurat selaku ahli waris Sdri. Ilermi Sinurat, melalui kuasa hukumnya, menyampaikan keberatan atas ketentuan Polis tersebut dan menuntut agar tergugat membayar klaim sebesar 50 juta. Korespondensi dilakukan beberapa kali antara Hermi Sinurat dengan tergugat.
“Pada halaman 13. Saudara Alm. Sdri. Mardi Simarmata dituduh memberikan pemberitahuan yang keliru atau tidak benar atau semua penyembunyian keadaan/misrepresentasi dalam bagian “H” SPPA dengan menyatakan bahwa dirinya tidak pernah menderita penyakit apapun dan tidak pernah menjalani pemeriksaan medis,” kata Leonardo di hadapan panel hakim Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh (ketua panel) dengan didampingi dua anggota panel yaitu Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Baca juga:
Perjanjian Asuransi dalam KUHD Dinilai Tak Adil
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 52/PUU-XXI/2023 dalam perkara pengujian Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) diajukan oleh Leonardo Siahaan yang berprofesi karyawan swasta. Leonardo Siahaan (Pemohon) mengujikan Pasal 251 KUHD yang menyatakan, “Semua pemberitahuan yang keliru atau tidak benar, atau semua penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung, meskipun dilakukannya dengan itikad baik, yang sifatnya sedemikian, sehingga perjanjian itu tidak akan diadakan, atau tidak diadakan dengan syarat-syarat yang sama, bila penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari semua hal itu, membuat pertanggungan itu batal”.
Dalam persidangan pendahuluan yang digelar di MK pada Senin (29/5/2023), Leonardo menyampaikan alasan kerugian konstitusional yang potensial dialaminya. Ia berkeinginan membuat asuransi. Saat sedang mempelajari peraturan berkaitan asuransi, Leonardo membaca Pasal 251 KUHD.
“Setelah membaca dan menelusuri makna Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Pemohon yang memiliki kekhawatiran terhadap diberlakukannya Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang,” kata Leonardo.
Lebih lanjut Leonardo menerangkan, Pasal 251 rawan disalahgunakan pihak penanggung yang tidak memiliki itikad baik. Hal ini karena tertanggung sendiri masih banyak yang belum memahami konteks asuransi. Tak jarang penanggung membuat isi polis yang begitu panjang sehingga tertanggung tidak cukup waktu untuk membaca semua isi polis yang dibuat atau disodorkan oleh Penanggung.
Kemudian tak jarang pula isi polis menggunakan bahasa-bahasa yang terlampau tinggi sehingga sulit dipahami oleh tertanggung. Penanggung sengaja membuat bahasa-bahasa yang terlampau tinggi supaya polis yang dibuat lebih menguntungkan penanggung.
Menurut Leonardo, penerapan ketentuan Pasal 251 KUHD sebenarnya sangat tidak adil karena hanya membebani kewajiban kepada tertanggung saja. Seharusnya kedua belah pihak, tertanggung maupun penanggung mendapatkan kedudukan yang sama dalam perjanjian asuransi.
Oleh karena itu, Leonardo dalam petitumnya memohon MK mengabulkan permohonan untuk seluruhnya. Kemudian, memohon MK menyatakan Pasal 251 KUHD bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.