JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian materiil Pasal 509 Undang-Undang No 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), pada Selasa (30/5/2023) di Ruang Sidang Pleno MK. Persidangan dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan Nomor 47/PUU-XXI/2023 ini dipimpin oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo dengan didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams.
Mohamad Anwar (Pemohon) dalam persidangan mengatakan ketentuan norma a quo dalam KUHP yang mengatur dan memberikan sanksi terhadap profesi advokat dalam menjalankan tugasnya, seharusnya diatur dalam revisi UU No. 18 Tahun 2003 selanjutnya disebut UU 19/2023. "Agar dapat melalui pembahasan secara khusus oleh organisasi-organisasi advokat dan melalui kajian yang komprehensif," kata Anwar.
Lebih lanjut Anwar menjelaskan, terhadap unsur ketentuan Pasal 509 KUHP dimana advokat yang memasukkan atau meminta memasukkan dalam surat gugatan atau surat permohonan cerai atau permohonan pailit, keterangan tentang tempat tinggal atau kediaman debitur padahal diketahui atau patut diduga bahwa keterangan tersebut bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya, dipidana dengan pidana paling lama 1 (satu) tahun atau dipidana denda paling banyak kategori III akan semakin menghilangkan hak imunitas advokat yang diberikan oleh Pasal 16 UU 18/2003.
Baca juga:
Meretas Jerat Pidana Bagi Advokat Saat Jalankan Tugas
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 47/PUU-XXI/2023 dalam perkara pengujian Undang-Undang No 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap UUD 1945, diajukan oleh Mohamad Anwar yang berprofesi sebagai advokat. Anwar menguji Pasal 509 KUHP yang menyatakan, “Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III:
a. Advokat yang memasukkan atau meminta memasukkan dalam Surat Gugatan atau surat permohonan cerai atau permohonan pailit, keterangan tentang tempat tinggal atau kediaman tertugat atau debitur, padahal diketahui atau patut diduga bahwa keterangan tersebut bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya.
b. Suami atau istri yang mengajukan gugatan atau permohonan cerai yang memberikan keterangan yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya kepada advokat atau sebagaimana dimaksud dalam huruf a; atau
c. Kreditur yang mengajukan permohonan pailit yang memberikan keterangan yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya kepada advokat sebagaimana dimaksud dalam huruf a.”
Dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Selasa (16/5/2023), Galang Brilian Putra selaku kuasa hukum Pemohon menyebutkan, Pemohon menguji ketentuan norma Pasal 509 KUHP untuk mencegah terjadinya jerat pidana bagi advokat yang sedang menjalankan tugasnya. Sehingga tidak perlu menunggu harus jatuhnya korban yang tidak bersalah saat ketentuan norma a quo sudah berlaku (2 tahun ke depan).
Menurutnya, seorang advokat mendapatkan imunitas saat menjalankan tugas untuk kepentingan pembelaan klien, selama didasari dengan adanya itikad baik, baik di dalam ataupun di luar pengadilan. Maka apa yang dilakukan advokat tersebut tidak dapat dituntut baik secara perdata ataupun pidana.
Dia juga mengatakan, rumusan norma Pasal 509 huruf a, huruf b dan huruf c, saling berkelindan. Dimana apabila advokat melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud huruf a, maka advokat tersebut terkena sanksi pidana. Demikian pun apabila suami atau istri yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud huruf b, maka advokat yang menangani perkara tersebut juga dapat terkena sanksi pidana walaupun perbuatan itu dilakukan oleh suami atau istri yang menjadi klien advokat tersebut memberikan keterangan yang tidak benar kepada advokat seakan keterangan itu adalah benar.
Galang pun menegaskan, ketentuan norma Pasal 509 KUHP telah menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil serta menimbulkan ancaman serta ketakutan bagi advokat dalam menjalankan tugas profesinya dan mengancam martabat dan kehormatan advokat. Hal ini tentunya bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1) UUD 1945. Oleh karena itu, dalam petitum Pemohon meminta Mahkamah menyatakan Pasal 509 KUHP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Fitri Y.