INILAH.COM, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia meminta Surat Keputusan Bersama (SKB) yang berisi larangan aktivitas Ahmadiyah tetap dikeluarkan. Permintaan ini merespon langkah anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Adnan Buyung Nasution yang berupaya membatalkan SKB tersebut.
"Kita tetap meminta SKB dikeluarkan," tegas Sekretaris Umum MUI Ichwan Sam usai pertemuan Majelis-majelis Agama dengan Wapres Jusuf Kalla di kantor Wapres, Jakarta, Rabu (23/4). Majelis-majelis Agama mengundang Wapres untuk hadir dalam peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang akan diadakan pada 21-22 Mei mendatang.
Selain Ichwan Sam, sejumlah tokoh agama yang hadir antara lain Ketua MUI Ahmad Nazri Adlani, Sekjen Persekutuan Gereja Indonesia Richard Dauley, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia I Made Gede Erata, Pengurus Konferensi Wali Gereja Indonesia Rudi Pratikno, Sekertaris Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia Budi S Tanuwibowo, dan Pengurus Perwakilan Umat Buddha Indonesia Arif Arsono Walubi.
Adnan Buyung Nasution, Selasa 22 April kemarin menyatakan Wantimpres akan menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mencegah keluarnya SKB Ahmadiyah. Buyung beralasan SKB tidak memiliki landasan hukum kuat.
"Itu manuver Pak Buyung sendiri, bukan Wantimpres. Kita sudah menanyakan itu ke Pak Maâruf Amin yang juga anggota Wantimpres," tutur Ichwan Sam.
Karena itu, MUI akan meminta klarifikasi langsung ke Buyung. Ichwan menilai pernyataan Buyung sebagai pernyataan yang konyol karena hanya melihat dari satu sisi saja yaitu sisi hukum. "Jangan kacamata kuda seperti itu, lihat juga sisi keimanan, politik dan sosialnya," cetusnya.
Ichwan mengungkapkan tidak perlu ada kekhawatiran yang berlebihan terkait keluarnya SKB tersebut. Dia yakin SKB akan berisi poin-poin yang bijaksana sehingga tidak mempermalukan pihak-pihak terkait. "Yang terpenting jangan sampai muncul kekerasan," ujarnya.
Dirinya mengakui persoalan Ahmadiyah adalah persoalan yang sensitif bagi umat Islam. Tetapi ajaran Ahmadiyah merongrong jatidiri keyakinan umat Islam seperti kepercayaan adanya nabi baru. "Paham mereka tidak seusai dengan ajaran Islam, tetapi
mereka tetap mengaku bagian Islam,"
Persoalan Ahmadiyah di Indonesia sebenarnya sudah muncul sejak 1958. MUI sendiri telah mengeluarkan fatwa sejak 1983. "Jadi selama ini sudah berpuluh-puluh tahun dibiarkan terjadinya penggerogotan terhadap pilar penting ajaran Islam," terangnya. [KODRADI]
Sumber www.inilah.com
Foto www.inilah.com