ROTE NDAO, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menandatangani nota kesepahaman dengan Universitas Nusa Lontar Rote (UNSTAR) pada Jumat (26/5/2023) pagi. Penandatanganan tersebut dilakukan oleh Sekretaris Jenderal MK Heru Setiawan dan Rektor UNSTAR Jamin Habid dengan disaksikan oleh Ketua MK Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh di UNSTAR, Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur. Ketua MK Anwar Usman menjadi pembicara kunci, sementara Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menjadi narasumber dalam acara yang berjudul “Peran Mahkamah Konstitusi dalam Meningkatkan Budaya Sadar Berkonstitusi dan Mengawal Hak-Hak Konstitusi Warga Negara”.
Dalam Anwar memaparkan mengenai kewenangan yang dimiliki MK. Ia mengatakan berdasarkan Pasal 24C UUD 1945, MK memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban. Berbicara mengenai kewenangan MK dalam pengujian undang-undang (UU), seorang warga negara yang merasa hak konstitusionalnya dilanggar akibat berlakunya suatu UU, dapat mengujinya ke MK.
Anwar yang hadir secara langsung menyebutkan, sebuah undang-undang merupakan hasil kerja 575 anggota Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden dibantu dengan para menterinya yang dibahas selama berbulan-bulan. Akan tetapi, produk DPR dan presiden tersebut dapat dinyatakan MK bertentangan dengan konstitusi oleh permohonan seorang warga negara. Lebih lanjut ia mengatakan, kewenangan MK berikutnya yang diberikan oleh UUD 1945, adalah memutus pembubaran partai politik.
Selain itu, Anwar mengungkapkan, dahulu pernah ada partai politik yang diminta Presiden untuk membubarkan diri. Dengan adanya amendemen UUD 1945, maka pembubaran partai politik hanya dapat dilakukan di MK dengan permohonan yang diajukan oleh Presiden. MK juga memiliki kewenangan untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya disebut dalam UUD 1945. Misalnya, jika Presiden mengeluarkan aturan tentang kasasi, padahal kewenangan tersebut merupakan kewenangan MA.
Kewenangan keempat yang dimiliki oleh MK adalah memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Selain itu, sambung Anwar, dalam Pasal 24C Ayat (2) UUD 1945, MK memiliki kewajiban untuk memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
Anwar menjelaskan, untuk memakzulkan Presiden dan/atau Wakil Presiden sangat berat. Sebelum diajukan ke MK, DPR harus bersidang dengan dihadiri sebanyak ⅔ kuorum dari seluruh anggota DPR dan dua per tiga anggota DPR yang hadir tersebut memberikan persetujuan. Setelah menyatakan pendapat Presiden dan/atau Wakil Presiden bersalah, maka DPR mengajukan kepada MK untuk dinilai apakah pendapat itu terbukti. Apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden dinyatakan MK terbukti melakukan pelanggaran, putusan hukum itu akan diputus oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Anwar kembali menegaskan, MK hanya dapat mengadili jika ada perkara yang masuk.
Anwar juga menjelaskan, terdapat kewenangan lain atau tambahan yang diatur dalam Pasal 157 (3) UU 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Dalam kewenangan tersebut, MK diminta menyelesaikan perselisihan Pilkada sampai dibentuknya badan peradilan khusus.
Selain itu, Anwar juga menegaskan, MK sebagai pengawal norma dasar bernegara, memiliki peran untuk menjaga agar keseluruhan proses bernegara sejalan dengan konstitusi, termasuk di dalamnya untuk mewujudkan negara yang sejahtera. Pembangunan yang dilakukan oleh sebuah negara, tentunya harus dilandasi dengan ketentuan hukum yang mengaturnya.
“Dalam rangka itu, peran MK adalah untuk mengawal proses pembangunan untuk pemenuhan dan mewujudkan negara yang sejahtera sejalan dengan norma konstitusi yang menjadi kaedah dasar bernegara. Namun manakala terdapat suatu proses yang tidak sejalan dengan norma konstitusi, maka MK dapat meluruskannya melalui kewenangan yang ada padanya sesuai dengan amanat konstitusi,” tegasnya.
Penandatangan Nota Kesepahaman
Pada kesempatan yang sama, Sekjen MK Heru Setiawan menjelaskan prosesi penandatanganan Nota Kesepahaman dalam rangka Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara (PPHKWN) dan Mutu Pendidikan Tinggi, merupakan agenda perdana MK di Rote sejak berdiri hampir 20 tahun yang lalu.
“Sebagaimana kita ikuti dan kita saksiikan bersama tadi, bersama-sama dengan Pak Rektor, kami telah secara resmi melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman. Alhamdulillah tadi semuanya berjalan dengan lancar. Artinya sekarang, sudah bertambah satu lagi perguruan tinggi yang menjadi mitra strategis, menjadi sahabat, dan menjadi kawan berpikir, sekaligus kawan bekerja MK. Kami memang membuka seluas-luasnya pintu kerja sama dengan semua kalangan. Bagi kami, semakin banyak mitra, akan semakin kuat pula dukungan agar MK dapat melaksanakan tugas dan kewenangan konstitusionalnya dengan baik, lancar, dan sesuai dengan harapan publik yang selalu merindukan putusan-putusan yang berkeadilan,” ujar Heru.
Lebih lanjut Heru menjelaskan, tugas utama MK sebagai peradilan konstitusi ialah memeriksa, mengadili, dan memutus perkara-perkara yang menjadi kewenangannya. Namun di luar fungsi yudisial tersebut, MK mengambil peran bersama-sama dengan komponen bangsa lain untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran berkonstitusi warga negara. Menurutnya, semakin warga negara memiliki pemahaman dan kesadaran berkonstitusi yang baik, maka pada saat bersamaan, semakin terbantu pula Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan kewenangan konstitusionalnya.
“Nota Kesepahaman yang baru ditandatangani tadi, pada saat ini juga langsung dieksekusi, langsung diimplementasikan melalui penyelenggaraan seminar nasional. Hebatnya, seminar nasional ini langsung dihadiri oleh Yang Mulia Bapak Ketua Mahkamah Konstitusi dan Yang Mulia Bapak Dr. Daniel Yusmic. Dapat dikatakan, seminar nasional ini merupakan agenda pertama dari tindak lanjut pelaksanaan butir-butir Nota Kesepahaman. Setelah seminar nasional ini, kita nantikan bersama usulan kerja sama berikutnya di bawah naungan Nota Kesepahaman ini. Untuk itu, silakan Pak Rektor sekiranya hendak merencanakan atau mengusulkan agenda-agenda kerja sama berikutnya, sekali lagi, kami akan menyambut dengan senang dan gembira,” ungkap Heru.
Sedangkan Bupati Rote Ndao Paulina Haning-Bullu dalam sambutannya, mengucapkan terima kasih kepada MK khususnya Ketua dan Hakim Konstitusi karena telah bersedia hadir pada kegiatan Penandatanganan Nota Kesepahaman. Ia juga menerangkan geografis wilayah Rote Ndao.
Pemaparan Materi
Sementara Hakim Konstitusi Daniel Yusmic dalam paparan materinya menerangkan mengenai peran MK dalam melindungi hak konstitusional warga negara. Ia menyebut Hak Konstitusional Warga Negara adalah hak yang dimiliki oleh setiap warga negara yang sesuai dan dijamin oleh konstitusi yang berlaku di negaranya masing-masing.
MK, sambung Daniel, sebagai pelindung hak konstitusional warga negara terdapat dalam Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945. Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan, “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”
Daniel menjelaskan pembatasan konstitusional terdapat dalam Pasal 28J UUD 1945 yang di dalamnya mengatur mengenai hak orang untuk menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Selain itu, dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang juga wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.(*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.