JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) pada Rabu (10/5/2023). Permohonan diajukan oleh Arifin Purwanto yang berprofesi sebagai advokat. Agenda sidang adalah pemeriksaan perbaikan permohonan.
Hari ini Arifin menyampaikan perbaikan dua perkara pengujian UU LLAJ yang diajukannya. Sesi sidang pertama, Arifin menyampaikan perbaikan permohonan Perkara Nomor 43/PUU-XXI/2023. Dalam permohonan ini, Arifin mempersoalkan mengenai masa berlaku Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNKB) dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB).
Pada sesi kedua persidangan, Arifin menyampaikan perbaikan permohonan Perkara Nomor 42/PUU-XXI/2023. Dalam permohonan ini, Arifin mempersoalkan masa berlaku Surat Izin Mengemudi (SIM) dalam Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ yang menyatakan, “Surat Izin Mengemudi berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang”. Pemohon merasa dirugikan apabila harus memperpanjang surat izin mengemudi (SIM) setelah masa berlakunya habis/mati yakni 5 tahun.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah, Arifin menyebut telah memperbaiki permohonan. “Untuk pokok permohonan mencoba untuk menyampaikan di Nomor 22 tentang ujian teori dan praktik yang kami anggap tidak ada dasar hukumnya sehingga relevan situasi saat ini sampai nomor 26 jadi tidak sesuai jamannya. Tentang usia di nomor 36, jadi ada orang beranggapan usia 85 keatas sudah tidak bisa mengendarai kendaraan dan memegang SIM. Tetapi di lapangan usia 85 apabila itu mata pencahariannya mau tidak mau mereka tetap harus menjadi pengemudi angkot. Karena mereka sudah pengalaman dan menyadari sudah uzur tentunya mereka mengutamakan kehati-hatian,” jelas Arifin.
Baca juga:
Pemohon Berharap STNKB dan TNKB Berlaku Selamanya
Masa Berlaku SIM dalam UU LLAJ Diuji ke MK
Sebelumnya, dalam persidangan yang digelar di MK pada Rabu (10/5/2023) Arifin mengatakan setiap lima tahun sekali ia harus memperpanjang SIM. Arifin merasa dirugikan apabila harus memperpanjang surat izin mengemudi (SIM) setelah masa berlakunya habis/mati yakni 5 tahun.
“Setiap perpanjangan SIM, misalnya lima tahun yang lalu saya mendapatkan SIM setelah itu lima tahun habis saya akan memperpanjang kedua. Ini nomor serinya berbeda, Yang Mulia. Di sini tidak ada kepastian hukum dan kalau terlambat semuanya harus mulai dari baru dan harus diproses. Tentu berbanding terbalik dengan KTP. Jadi kalau KTP langsung dicetak,” kata Arifin dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.
Dalam permohonannya, Arifin menyebut masa berlaku SIM yang hanya 5 tahun tidak ada dasar hukumnya dan tidak jelas tolak ukurnya berdasarkan kajian dari lembaga yang mana. Kerugian lainnya, yakni Pemohon harus mengeluarkan uang/biaya serta tenaga dan waktu untuk proses memperpanjang masa berlakunya SIM setelah habis/mati.
Sesuai dengan UU LLAJ, setiap pengendara wajib memiliki SIM. Bagi pengendara kendaraan bermotor yang akan memiliki/mendapatkan SIM tentu bukan perkara yang mudah terutama pada saat ujian teori dan praktik. Di mana, hasil ujian teori tidak ditunjukkan mana jawaban yang benar dan mana yang salah namun hanya diberitahu kalau tidak lulus ujian teori. Selain itu, tolak ukur materi ujian teori dan praktik tidak jelas dasar hukumnya dan apa sudah berdasarkan kajian dari lembaga yang berkompeten dan sah serta memiliki kompetensi dengan materi ujian tersebut. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Arifin meminta MK untuk mengabulkan permohonan dan menyatakan Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang” tidak dimaknai “berlaku seumur hidup”.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.