JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji formiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja) terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Sidang kedua dari permohonan yang diajukan oleh Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) yang diwakili oleh Elly Rosita Silaban (Presiden Dewan Eksekutif Nasional) dan Dedi Hardianti (Sekretaris Jenderal Dewan Eksekutif Nasional) ini dilaksanakan pada Selasa (23/5/2023).
Sidang Perkara Nomor 41/PUU-XXI/2023 ini dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat bersama dengan Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih sebagai Hakim Anggota Sidang Panel. Supardi selaku kuasa hukum Pemohon menyebutkan bagian-bagian yang disempurnakan dari permohonan pihaknya. Perbaikan tersebut, yakni penyempurnaan identitas Pemohon dilengkapi dengan akta kongres KSBSI, tenggang waktu, alasan pengujian menjadi alasan permohonan yang semula delapan menjadi hanya lima alasan.
“Yakni persetujuan DPR atas Perppu menjadi UU mengandung cacat konstitusi, Sidang DPR mengambil persetujuan undang-undang ini tidak memenuhi kuota qorum, undang-undang tidak ada kesesuaian materi muatan, tidak memenuhi asas kejelasan rumusan, dan tidak memenuhi asas keterbukaan,” sebut Parulian Sianturi melanjutkan hal-hal yang disempurnakan pada permohonan pihaknya.
Baca juga: Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia Persoalkan Penetapan UU Cipta Kerja
Pada sidang pemeriksaan pendahuluan Rabu (10/5/2023) lalu, para Pemohon mengatakan pokok-pokok permohonan pengujian formil UU Cipta Kerja yang berasal dari Perppu 2/2022 tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945 berdasarkan delapan alasan. Di antaranya, persetujuan DPR atas Perppu 2/2022 menjadi undang-undang cacat formil atau cacat konstitusi; Sidang DPR mengambil keputusan atas persetujuan Perppu 2/2022 menjadi undang-undnag tidak memenuhi kuota forum (kuorum); bertentangan dengan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020; tidak memenuhi syarat ihwal kegentingan memaksa; tidak jelas pihak yang memprakarsai Perppu 2/2022; tidak memenuhi asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; tidak memenuhi asas kejelasan rumusan; dan tidak memenuhi asas keterbukaan. Untuk itu, para Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan UU Cipta Kerja cacat hukum dan bertentangan dengan UUD 1945. (*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: M. Halim