Moh Mahfud MD
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam (UII) Yogyakarta
Tentu masih segar dalam ingatan kita bahwa ketika berlangsung proses seleksi atas calon-calon anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), akhir 2007, banyak orang (terutama beberapa pegiat LSM) pesimistis akan masa depan KPK. Alasannya, kapasitas dan integritas calon-calon pimpinan KPK yang dapat dipilih untuk menggantikan Taufiequrrahman Ruki Cs diragukan.
Bahkan saat fit and proper test atas Antasari Azhar (kini Ketua KPK) di Komisi III DPR, terjadi kegaduhan yang agak mengganggu. Dari balkon, tiba-tiba ada unjuk rasa disertai spanduk yang menghujat Antasari dan meminta agar DPR tidak memilihnya. Antasari dinilai sebagai produk ketidakbecusan kejaksaan dalam menangani korupsi. Bahkan ada yang menganggap dia didukung oleh para koruptor agar KPK bisa disetir.
Kini, belum sampai empat bulan Antasari memimpin KPK, sudah 12 kasus korupsi besar diproses hukum oleh KPK. Prestasi ini jauh lebih tinggi daripada yang dicapai KPK ketika dipimpin Taufiequrrahman Ruki Cs.
Antasari tak peduli dengan teman sehingga jaksa Tri Urip pun dibekuk. Juga tak gentar menangkap anggota DPR yang mungkin dulu mendukungnya. Tak ragu menahan Gubernur BI yang masih aktif. Bahkan dia juga tidak grogi meng-counter pernyataan Presiden tentang jebakan hukum.
Memang, prestasi itu diraih karena pimpinan KPK sebelumnya, Ruki Cs, (konon) sudah menyiapkan bahan-bahan yang tinggal ditindaklanjuti penerusnya untuk menggebrak para koruptor. Prestasi itu juga dicapai karena ada komisioner-komisioner lain yang kukuh agar KPK bersikap tegas tanpa pandang bulu. Tetapi itu semua tak akan bisa diraih jika Ketua KPK Antasari bermental "ayam sayur" dan tak mau melakukannya.
Satu hal yang harus betul-betul diingat oleh KPK adalah reputasi Ruki Cs yang tak pernah gagal memenjarakan "tersangka" koruptor. Selama ini, semua yang ditetapkan menjadi tersangka KPK dapat dibuktikan telah melakukan korupsi di pengadilan, sehingga benar-benar dihukum. Tak satu pun yang bisa lolos dari hukuman setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Reputasi Ruki Cs yang selalu sukses menghukum koruptor itu bukan main-main. Kenyataannya mereka yang dihukum atas tuntutan KPK setelah naik banding atau kasasi, tetap dihukum. Bahkan ada yang justru hukumannya diperberat oleh Mahkamah Agung. Reputasi ini wajib dipertahankan KPK yang sekarang, kalau perlu dengan tuntutan hukuman yang jauh lebih berat.
Untuk mempertahankan prestasi dan reputasi tersebut, KPK sudah mempunyai instrumen hukum kuat, yakni UU No 30 Tahun 2002 yang memberi berbagai kewenangan luar biasa kepada KPK untuk melakukan tindakan-tindakan tegas dan keras. UU tersebut sudah tujuh kali diserang melalui permohonan pengujian atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tetapi, MK selalu menguatkan dengan vonis-vonisnya bahwa kewenangan luar biasa yang diberikan UU No 30 Tahun 2002 kepada KPK itu konstitusional.***
Sumber: http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=198023
Foto: dok. Humas MK