JAKARTA, HUMAS MKRI - Sebanyak 41 Mahasiswa Magister Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) melakukan kuliah kerja lapangan (KKL) ke Mahkamah Konstitusi (MK), pada Rabu (17/5/2023). Kunjungan KKL tersebut diterima oleh Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri Fajar Laksono dan Asisten Ahli Hakim Konstitusi Nallom Kurniawan. Turut hadir dalam KKL tersebut, Sapto Hermawan dan Muhammad Yamin selaku pendamping para Mahasiswa dalam Kuliah Lapangan.
Fajar Laksono dalam sambutannya mengatakan MK tahun 2023 ini akan memasuki usia 20 tahun. “Baru 20 tahun, secara kelembagaan, MK relatif masih muda tetapi 20 tahun itu, MK ikut menentukan atau mempengaruhi perkembangan hukum, perkembangan demokrasi, politik yang secara normatif rujukannya kepada konstitusi,” kata Fajar.
Lebih lanjut Fajar menerangkan, MK melalui putusan-putusannya, baik putusan perkara pengujian undang-undang (PUU), sengketa kewenangan lembaga negara (SKLN), maupun putusan perselisihan hasil pemilu ataupun pemilukada, MK ikut menjaga demokrasi. Bagaimana demokrasi yang dipraktikkan di Indonesia itu mau tidak mau, suka tidak suka, berdasarkan Undang-Undang Dasar yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila.
Fajar berharap kuliah lapangan ke MK ini dapat memberikan manfaat bagi para mahasiswa. “Mudah-mudahan bermanfaat, bukan sekedar jalan-jalan saja. Saya kira, MK menjadi episentrum ilmu pengetahuan khusus ilmu hukum. Dari MK sudah banyak magister, sudah banyak yang jadi doktor, sudah banyak ilmuan-ilmuan yang tidak saja ilmu hukum tetapi ilmu pengetahuan lainnya,” ujarnya.
Sementara Muhammad Yamin menyebutkan di program studi UNS memang ada salah satu kegiatan satuan kredit semester (SKS)-nya masuk ke dalam kurikulum dan ada juga yang tidak masuk ke dalam kurikulum. Meskipun kuliah lapangan tidak masuk kurikulum, tetapi wajib diikuti oleh mahasiswa.
“Hal ini merupakan bagian dari upaya atau mendekatkan dunia teori dan dunia praktik. Karena kita selama ini lebih banyak bicara tentang hukum, tetapi kita perlu lihat itu dalam dunia praktik hukum lain termasuk demokrasi dan kami beruntung diterima MK. Kita bisa berdiskusi terkait dengan apa yang dilakukan oleh MK sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki MK,” ujarnya.
Sedangkan Nallom Kurniawan dalam paparannya mengatakan MK memiliki kewenangan yang sangat strategis. Ketika bicara konstitusi, kita berbicara banyak spektrum di dalamnya. Konstitusi secara eksplisit di dalam Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan untuk membangun kesejahteraan. “Artinya, ketika kita bicara kesejahteraan terkait dengan persoalan ekonomi, lalu dimana irisannya dengan kewenangan MK?” ujarnya.
Dikatakan Nallom, kondisi faktual hari ini memang tidak dapat dipungkiri terjadi resesi global dan itu menjadi tantangan bagi pemerintah di semua negara untuk mengelola perekonomian. Pemerintah mengelola perekonomian dengan berbagai kebijakan melalui produk hukum yakni UU.
Ketika UU tidak disusun dengan baik, sambung Nallom, di situlah letak kewenangan MK untuk menguji undang-undang yang tidak sesuai dengan konstitusi. “Ketika ada hak konstitusional yang dirugikan di situlah letak legal standing atau kedudukan hukum warga negara untuk menchallenge bagaimana kebijakan itu dikeluarkan apakah sudah sesuai dengan konstitusi atau tidak,” terang Nallom.
Lebih lanjut Nallom membahas Perubahan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat satu bab penting yakni mengenai Hak Asasi Manusia (HAM). Putusan-putusan MK merujuk pada pasal HAM itu yang menjadi batu ujinya.
MK sejak periode pertama ada beberapa putusan yang cukup fenomenal dalam membangun kesejahteraan dan dalam rangka melindungi hak ekonomi warga negara. “Dulu MK membatalkan UU Ketenagalistrikan. Itu bertujuan untuk melindungi warga negara agar tidak terjadi kompetisi ekonomi yang bersifat liberal,” ujarnya.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.