BOGOR, HUMAS MKRI – Bimbingan Teknis Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2024 bagi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memasuki hari ketiga pada Rabu (10/5/2023) di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Bogor. Di hari ketiga tersebut, para peserta yang merupakan tim hukum nasional PKS melakukan praktik penyusunan permohonan pemohon dan keterangan pihak terkait dalam PHPU Tahun 2024.
Panitera Pengganti Syukri Asy’ari memberikan pengantar sebelum para peserta melakukan praktik penyusunan permohonan pemohon dan keterangan pihak terkait. Dalam pemaparannya Syukri mengatakan, tim kuasa hukum PKS harus fokus bahwa objek dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) anggota DPR dan DPRD adalah Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai Termohon tentang penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR dan DPRD secara nasional yang memengaruhi perolehan kursi Pemohon dan/atau terpilihnya calon anggota DPR dan/atau DPRD di suatu daerah pemilihan.
Lebih lanjut Syukri mengungkapkan, dalam PHPU Tahun 2019 silam, dari 24 perkara yang diajukan oleh PKS tidak ada satu pun yang dikabulkan oleh MK. Syukri merinci perkara yang diajukan PKS dengan putusan, yakni sebanyak 14 perkara ditolak serta 10 permohonan lainnya tidak dapat diterima. Dijabarkan oleh Syukri, setelah dianalisis, banyak perkara yang diajukan oleh PKS tidak jelas dengan berbagai alasan, antara lain ketidaksesuaian antara posita (alasan) dengan petitum (tuntutan), dalil yang diajukan ada dalam posita, namun tidak tercantum dalam petitum (atau sebaliknya).
Syukri mengungkapkan kekurangan PKS dalam PHPU Tahun 2019 lalu adalah tidak adanya uraian yang jelas mengenai kesalahan penghitungan suara yang ditetapkan oleh KPU. Kekurangan berikutnya yang menyebabkan ketidakjelasan permohonan adalah petitum yang kontradiktif dan tidak memberikan alternatif. Petitum yang disebutkan dalam permohonan tidak meminta pembatalan keputusan KPU tentang hasil rekapitulasi. Di samping itu, PKS dalam sengketa pemilu yang lalu tidak meminta penetapan perolehan suara yang benar menurut Pemohon. Kesalahan lain Pemohon tidak cermat dalam mengajukan alat bukti atau pun petitum yang tidak sesuai dengan alat bukti.
Syukri juga menjelaskan mengenai sistematika keterangan Pihak Terkait—yang pada dasarnya juga sama dengan permohonan pemohon, hanya bersifat kebalikan dengan permohonan Pemohon. Ia juga mengingatkan, kasus pidana pemilu merupakan ranah kewenangan lembaga lain, namun bisa saja MK memeriksa persoalan pidana pemilu jika berpengaruh kepada hasil perolehan suara, atau bisa saja putusan MK menjadi acuan untuk melaporkan tindak pidana pemilu ke Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu). Namun demikian Syukri menjelaskan, proses penyelesaian PHPU tergantung dari kasus atau permohonan yang diajukan, sehingga Hakim Konstitusi akan memiliki cara yang berbeda dalam memeriksa masing-masing perkara. Setelah menerima penjelasan singkat, para peserta dibagi dalam empat kelas untuk melakukan praktik penyusunan permohonan pemohon partai politik, permohonan perseorangan, keterangan pihak terkait partai politik, dan keterangan pihak terkait perseorangan.
Untuk diketahui, Bimtek PHPU Tahun 2024 bagi PKS digelar selama empat hari, yakni Senin hingga Kamis (8 – 11/5/2023) di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Bogor. Kegiatan yang diikuti sebanyak 138 orang kader PKS memberikan sejumlah materi terkait pelaksanaan PHPU Tahun 2024, di antaranya Hukum Acara MK; Mekanisme, Tahapan dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2024; Sistem Informasi Penanganan Perkara Elektronik; dan lainnya. Tak hanya itu, peserta bimtek juga akan mempraktikkan materi yang diberikan. Beberapa narasumber hadir di antaranya Hakim Konstitusi, Panitera Pengganti, Asisten Ahli Hakim Konstitusi, dan lainnya. (*)
Penulis: Ilham M.W.
Editor: Lulu Anjarsari P.