JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar kembali sidang pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Perkara Nomor 31/PUU-XXI/2023 ini dimohonkan oleh Herifuddin Daulay yang berprofesi sebagai guru.
Sidang kedua ini dilaksanakan pada Kamis (4/5/2023) di Ruang Sidang Panel MK untuk mengujikan Pasal 74 ayat (3) UU MK, Pasal 78 huruf a UU MK, Pasal 475 ayat (1) UU Pemilu, Pasal 475 ayat (3) UU Pemilu yang dinilai Pemohon bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 6A ayat (1), Pasal 27 ayat (3), dan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.
Melalui persidangan daring, Herifuddin menyebutkan telah menyempurnakan beberapa bagian dari permohoann sebagaimana nasihat Majelis Hakim saat persidangan terdahulu. Yakni menambahkan Pasal 1 ayat 3 dan pasal 24 ayat 1 UUD 1945 sebagai batu uji pengujian perkara, menyempurnakan kedudukan hukum Pemohon yang berhak mengajukan permohonan ini, dan memperjelas pula alasan permohonan terhadap jangka waktu pemeriksaan pengujian PHPU di MK.
“Bahwa dengan menghilangkan porsi rakyat berarti merendahkan hak asasi manusia dan merendahkan subjek hukum, maka rakyat dan warga negara punya hak untuk mengajukan perkara ini,”sebut Herifuddin dalam sidang yang terdiri atas Wakil Ketua MK Saldi Isra serta Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Suhartoyo bertindak sebagai Majelis Sidang Panel.
Baca juga: Menyoal Jangka Waktu Kerja MK untuk Selesaikan Perkara Pilpres dengan Adil
Pada sidang terdahulu pada Rabu (5/4/2023), Pemohon berdasarkan norma-norma tersebut sangat tidak mungkin bagi MK untuk dapat memutuskan penyelesaian perkara perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden dengan adil hanya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja. Sebab dalam putusan-putusan MK terbukti putusan diambil berdasarkan analisis yang lengkap terhadap alasan permohonan. Oleh karena itu, Pemohon menyimpulkan penjangkaan waktu 30 hari kerja dipandang dapat menjadi waktu terbaik dalam menyelesaikan perkara sebagaimana penyelesaian perkara PHPU pemilihan anggota DPR, DPRD, dan DPD.
Untuk itu, Pemohon memohonkan agar Mahkamah memberikan putusan dengan menyatakan Pasal 74 ayat (3) UU MK tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “paling lambat 3 (tiga) hari dan/atau setelah 900 (sembilan ratus) hari”; menyatakan Pasal 78 huruf a UU MK tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “paling lambat 30 hari sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Konstitusi”; menyatakan Pasal 475 ayat (1) UU Pemilu pada frasa “paling lama 3 (tiga) hari” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “3 (tiga) hari dan/atau setelah 900 (sembilan ratus) hari”; dan menyatakan Pasal 475 ayat (3) UU Pemilu pada frasa “14 (empat belas) hari” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “30 (tiga puluh) hari,”. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: M. Halim