JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian Pasal 92 ayat (2) huruf c dan huruf d serta Pasal 117 ayat (1) huruf g dan huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pada Selasa (11/4/2023). Sidang Perkara Nomor 34/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Suryadin ini dilaksanakan oleh Majelis Sidang Panel MK yang terdiri atas Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih.
Pasal 92 ayat (2) huruf c dan huruf d UU Pemilu yang berbunyi, “Jumlah anggota: c. Bawaslu Kabupaten/Kota sebanyak 3 (tiga) atau 5 (lima) orang; dan d. Panwaslu Kecamatan sebanyak 3 (tiga) orang.”
Pasal 117 ayat (1) huruf g dan huruf h UU Pemilu berbunyi, “Syarat untuk menjadi calong anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan dan Panwaslu Kelurahan serta Pengawas TPD adalah: g. Berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk anggota Bawaslu, di wilayah provinsi yang bersangkutan untuk Bawaslu Provinsi, atau di wilayah Kabupaten/Kota yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk; h. mampu secara jasmani, rohani, dan bebas dari penyalahgunaan narkotika.”
Suryadin (Pemohon) yang hadir langsung di Ruang Sidang Pleno MK menceritakan dirinya pernah mengikuti beberapa kali seleksi calon anggota Bawaslu Kabupaten/Kota Dompu Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) di antaranya pada 2017 dan 2022. Pada September 2022 lalu, Pemohon mengikuti seleksi untuk menjadi calon anggota Bawaslu dan dinyatakan lulus seleksi administrasi, tertulis, dan wawancara sehingga dinyatakan sebagai calon pengganti antar-waktu. Persoalan yang dipertanyakan Pemohon adalah surat keterangan khusus sehat rohani dari dokter kejiwaan yang dipersyaratkan oleh Bawaslu Kabupaten Dompu bagi seluruh peserta seleksi, sedangkan pada saat mengikuti seleksi calon anggota Panwaslu Kecamatan di Kabupaten Dompu tidak terdapat persyaratan demikian.
“Pemohon memohon kepada Majelis Hakim Konstitusi menyatakan Pasal 117 ayat (1) hurug g dan huruf h beserta penjelasannya dan lampiran UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘melampirkan surat keterangan sehat rohani dari dokter pemeriksa kejiwaan bagi calon anggota pengawas pemillu kecamatan, pengawas pemilu kelurahan/desa (PKD), serta pengawas tempat pemungutan suara (PTPS) dan berdomisili di wilayah kecamatan bagi calon anggota panwaslu kelurahan dan desa serta berdomisili di wilayah dusun bagi calon anggota pengawas tempat pemungutan suara,” ucap Suryadin saat membacakan petitum kepada panel hakim.
Perjelas Alasan Permohonan
Hakim Konstitusi Saldi dalam nasihat Majelis Sidang Panel mengatakan agar Pemohon mencermati Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 yang di dalamnya memuat struktur permohonan di MK. Selanjutnya Pemohon juga diharapkan dapat menjelaskan alasan kerugian konstitusional yang dialami dengan berlakunya norma yang diujikan. Berikutnya Saldi mengatakan agar Pemohon mencermati secara teliti hal yang dimintakan (petitum).
“Pada petitum, dimintakan adanya tentang penjelasan pasal yang diujikan, sementara pada permohonan tidak disebutkan hal tersebut. Untuk itu, hal ini harus jelas karena nanti akan dapat dikatakan kabur karena tidak sama antara alasan permohonan dan petitumnya,” jelas Saldi.
Sementara Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan perlunya bagi Pemohon mempelajari putusan-putusan MK terdahulu yang terkait dengan persoalan yang diajukan, terutama untuk memperkuat alasan permohonan dengan pertentangan norma yang belum terlihat pada permohonan ini. “Sehingga perlu kerja berat untuk menggambarkan ne bis in idem dengan permohonan terdahulu, baru ke posita. Pelajari juga aturan-aturan bawaslu dan lihat aturan serta undang-undangnya secara komprehensif sehingga terlihat keterkaitan masalahnya,” terang Enny.
Sebelum menutup persidangan Hakim Konstitusi Wahiduddin menyatakan bahwa Pemohon diberikan waktu selama 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Selanjutnya naskah perbaikan dapat diserahkan selambat-lambatnya pada Rabu, 26 April 2023 pukul 13.00 WIB ke Kepaniteraan MK.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.
Humas: Tiara Agustina.