JAKARTA, HUMAS MKRI – Sidang lanjutan tentang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), pada Selasa (11/4/2023) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor Perkara 27/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh M. Yasir Djamaludin yang berprofesi sebagai advokat menguji Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Manahan MP. Sitompul ini, Imelda selaku kuasa hukum menyampaikan telah memperbaiki permohonannya sesuai dengan nasihat hakim. “Untuk yang pertama terkait perihal permohonan uji materi Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP sebagaimana dimaknai oleh MK dalam Putusan Nomor 78/PUU-XI/2013, Putusan Nomor 41/PUU-XIII/2015, Putusan Nomor 102/PUU-XIII/2015 dan Putusan Nomor 66/PUU-XVI/2018 terhadap Pasal 28D Ayat (1) dan 28I Ayat (5) UUD 1945,” ujar Imelda.
Terkait dengan kewenangan MK, Imelda menjelaskan terjadi perubahan judul sehingga menjadi sederhana dan beberapa peraturan perundang-undangan dan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) yang telah diakomodir dengan peraturan-peraturan terbaru bisa dilihat pada halaman 2, 3 dan 4.
“Selanjutnya, mengenai kedudukan hukum pemohon dimana Yang Mulia meminta untuk mempertegas kerugian konstitusionalnya. Permohonan yang diajukan oleh pemohon bertujuan untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai advokat untuk menegakkan supremasi hukum terutama bagi memberikan bantuan hukum setiap orang atau klien yang hendak mencari keadilan hukum dan kemanfaatan hukum akibat konstitusionalnya dirugikan akibat perbedaan tafsir Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP,” terang Imelda.
Sebelumnya, dalam Sidang Pendahuluan, Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP dinilai melanggar hak konstitusional Pemohon. Pemohon telah melakukan profesinya secara profesional dengan banyak memberikan bantuan hukum. Salah satunya terhadap perkara yang sedang berjalan saat ini, yakni Permohonan Praperadilan yang teregister dengan Nomor 1/Pid.Pra/2023/PN.Jap tanggal 24 Februari 2023 di Pengadilan Negeri Jayapura. Permohonan praperadilan tersebut telah dianggap gugur karena perkara tersebut telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jayapura dan telah teregister dengan Perkara Pidana Nomor 2/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Jap tertanggal 1 Maret 2023 dan Perkara Pidana Nomor 3/Pid.SusTPK/2023/PN.Jap tertanggal 1 Maret 2023.
Namun faktanya pemohon mengalami kerugian yang secara konstitusional karena permohonan praperadilan tersebut tidak diproses oleh Pengadilan Negeri Jayapura, tidak dilakukan pemeriksaan dan tidak dilakukan pemeriksaan dan tidak ada putusan dari praperadilan tersebut. Kemudian justru praperadilan tersebut telah dianggap gugur akibat berkas telah dilimpahkan atau perkara tersebut sudah dimulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri Jayapura.
Menurut Pemohon, pemberlakuan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP, telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi seorang advokat dalam menjalankan profesinya mengingat tidak adanya penegasan mengenai tafsir frasa “maka permintaan tersebut gugur”. Sehingga apabila terdapat permohonan praperadilan, namun tidak dilakukan proses pemeriksaan terhadap permohonan praperadilan tersebut dan berkas sudah dilimpahkan serta perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, maka permintaan praperadilan dianggap gugur.
Untuk itu, Pemohon meminta kepada MK agar menyatakan Pasal 82 ayat (1) huruf D frasa “maka permintaan tersebut gugur” KUHAP dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘permintaan praperadilan tetap dilanjutkan sampai adanya putusan dengan menangguhkan pemeriksaan pokok perkara’. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fitri Yuliana