JAKARTA, HUMAS MKRI— Sidang uji materiil Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (10/4/2023) di Ruang Sidang Panel MK. Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 26/PUU-XXI/2023 ini dimohonkan oleh Nurhidayat yang merupakan advokat dengan spesialisasi penanganan perkara perpajakan.
Dalam persidangan, Viktor Santoso Tandiasa selaku kuasa Pemohon mengatakan telah memperbaiki permohonan. Terkait dengan susunan Pemohon, Viktor menjelaskan bahwa terdapat penambahan Pemohon. Jika semula Pemohon hanya Nurhidayat sebagai advokat pajak, terdapat dua Pemohon lainnya yang ikut melakukan pengujian terhadap Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak, yaitu Allan Fatchan Gani Wardhana dan Yuniar Riza Hakiki.
“Terhadap pengujian pasal tetap Pasal 5 ayat (2) terkait dengan Pembinaan Organisasi Administrasi Keuangan bagi Pengadilan Pajak yang dilakukan oleh Departemen keuangan bertentangan secara bersyarat dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24d ayat (1) UUD 1945,” ujar Viktor di hadapan Panel Hakim yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Wahiduddin Adams.
Viktor juga menjelaskan telah melengkapi alat bukti sesuai dengan saran Panel Hakim untuk menambahkan Sertifikat Pelatihan Brevet A dan Brevet B. “Sebenarnya sudah ada, Yang Mulia karena belum terleges jadi nanti akan menjadi alat bukti susulan. Itu sudah saya mintakan dan sudah diberikan. Lalu, untuk pemohon II adalah dosen yang mengajar mata kuliah Hukum Tata Negara dan Hukum dan Politik Ketatanegaraan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, artinya pemohon II kerap mengajarkan kemerdekaan kekuasaan kehakiman yang terimplementasikan pada badan peradilan baik MK, MA dan badan peradilan dibawah kuasa MA harus terbebas dari intervensi dari cabang kekuasaan manapun incasu kekuasaan eksekutif maupun legislatif. Pemohon II juga adalah wajib pajak yang dibuktikan NPWP dan bukti penyampaian SPT. Pemohon III sebagai peneliti yang menjabat sebagai sekjen di Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum UII,” jelasnya.
Baca juga: Menguji Konstitusionalitas Aturan Pembinaan Organisasi pada Pengadilan Pajak
Sebelumnya, pada sidang pendahuluan pemohon menjelaskan persyaratan untuk menjadi kuasa hukum dalam pengadilan pajak yang harus dipenuhi, selain yang diatur dalam UU Pengadilan Pajak, juga ditetapkan oleh Menteri. Padahal seharusnya syarat-syarat untuk menjadi kuasa hukum di Pengadilan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 34 UU Pengadilan Pajak, namun pada Pasal 34 ayat (2) huruf c UU Pengadilan Pajak, terdapat persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Menurut Pemohon, hal ini dampak dari adanya kewenangan Menteri Keuangan terhadap pembinaan organisasi serta administrasi Pengadilan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak. Sehingga Menteri Keuangan memiliki juga kewenangan untuk mengatur wilayah profesi advokat dapat mempersulit Pemohon. Hal ini karena mengubah peryaratan yang sebenarnya sudah dipenuhi oleh Pemohon untuk menjadi kuasa hukum di pengadilan pajak. Dalam melaksanakan tugas dan profesinya tentunya Pemohon merasa dirugikan karena pengadilan pajak tempat Pemohon dalam memperjuangkan kepentingan klien masih tercengkram dalam kekuasaan eksekutif.
Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agara Mahkamah m enyatakan Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak terhadap frasa "Departemen Keuangan" bertentangan secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai "Mahkamah Agung". Sehingga ketentuan norma Pasal 5 ayat (2) selengkapnya berbunyi, “Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung”.
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: M. Halim