JAKARTA - Konflik kepentingan antara parpol dan penyelenggara pemilu yang sering terjadi pada Pemilu 2004 segera dieliminasi. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) berkoordinasi membuat regulasi kode etik pemilu yang mengatur tentang potensi konflik kepentingan.
Kode etik itu melarang anggota penyelenggara pemilu menangani kasus parpol jika dinilai ada potensi konflik kepentingan. "Sederhananya, misalnya saya dulu Muhammadiyah, kalau ada konflik perihal partai itu, bukan saya yang menangani. Anggota lain yang tidak pernah berafiliasi yang akan menangani," terang anggota Bawaslu Bambang Eka Cahya Widodo saat ditemui di gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, kemarin (22/4).
Draf kode etik tersebut tengah dibahas antara Bawaslu dan KPU. "Intinya, harus ada hubungan yang netral antara penyelenggara (KPU) dan peserta (parpol)," katanya. Bambang mengatakan, pembahasan kode etik pemilu itu saat ini baru pada tahap penyerahan draf oleh KPU.
Dari draf tersebut, KPU belum menjelaskan hubungan KPU dengan parpol itu. "Maksud kami, bagaimana agar setiap penyelenggara KPU tidak lagi mempertimbangkan aspek historis dirinya," ujarnya.
Potensi tersebut bisa saja terjadi karena afiliasi setiap anggota yang dulu secara tidak langsung terkait dengan sebuah parpol ataupun golongan tertentu. "Itu nanti berlaku juga kepada kami (anggota Bawaslu)," tambahnya.(bay)
Sumber www.jawapos.com
Foto www.google.co.id