JAKARTA, HUMAS MKRI – Sidang pemeriksaan perbaikan terhadap uji materiil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (29/3/2023) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan yang diregistrasi MK dengan Nomor 25/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh seorang karyawan swasta bernama Tedy Romansa.
Dalam sidang kedua tersebut, Pemohon yang diwakili M. Yusuf Hasibuan menyebut telah melakukan sejumlah perbaikan permohonan, di antaranya mengenai kedudukan hukum.
Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a UU MK yang hak dan kewenangan konstitusionalnya telah dirugikan yang diakibatkan karena pasal yang akan diuji tersebut berpotensi dijadikan alat untuk mengkriminalisasikan Pemohon.
“Serta pasal tersebut merupakan pasal karet yang sering menimbulkan keresahan bagi pemohon ataupun masyarakat luas dan pasal yang diuji ini sering menimbulkan ketidakpastian, kabur dan ketidakjelasan hukum baik secara normatif ataupun secara implementatif sehingga mengancam hak konstitusional dari pemohon,” urai Yusuf dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat tersebut.
Kemudian perubahan lainnya dilakukan Pemohon terkait dengan alasan permohonan. Menurut Pemohon, permohonannya tidak memenuhi syarat nebis in idem dengan perkara yang pernah diuji di MK sebelumnya.
“Permohonan ini berbeda dengan putusan-putusan mengenai pasal dan batu ujinya sebagaimana telah dijelaskan sehingga permohonan pemohon tidak memenuhi syarat nebis in idem atau layak untuk diperiksa dan diadili dan diputus oleh MK,” imbuh Yusuf.
Pemohon pun memperbaiki petitumnya yang meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak dimaknai “oleh Keputusan Bersama Menteri Komunikasi Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 229 tahun 2021, Nomor 154 tahun 2021 dan Nomor KB /2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal Tertentu Dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tenang Informasi dan transaksi elekronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan transaksi elekronik huruf K Bagian implementasi.
Baca juga: Alami Kasus Tuduhan Pencemaran Nama Baik, Seorang Karyawan Swasta Uji UU ITE
Sebelumnya, Pemohon mempersoalkan norma Pasal 27 ayat (3) yang berbunyi, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik”. Pasal 45 ayat (3) menyatakan, “Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)”.
Pemohon mendalilkan UU ITE terdapat banyak pasal karet dan setiap pasal tersebut harus segera direvisi agar tidak berpotensi dapat merusak nilai keadilan dan kebenaran yang tertuang dalam UUD 1945. Pemohon merasa tidak mendapatkan jaminan dan kepastian hukum akibat berlakunya Pasal 27 ayat (3) dan 45 ayat (3) UU ITE. Pemohon merasa didiskriminasi dan tidak mendapatkan perlindungan hukum terhadap pribadinya yang dijamin oleh negara.(*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayudhita