TEMPO Interaktif, Jakarta: Penerapan tarif subsidi dan nonsubsidi listrik atau multiguna dinilai melanggar Undang-Undang No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan dan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2005 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik. Dalam aturan tersebut tidak dikenal tarif subsidi dan nonsubsidi yang ditetapkan manajemen PT PLN (Persero).
Sekretaris Advokasi Konsumen Listrik Indonesia Yunan Lubis menyatakan sesuai Undang-Undang No. 15 Tahun 1985 Pasal 16 jo Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2005 disebutkan tarif listrik merupakan kewenangan pemerintah. Menurut dia berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2005 Pasal 32 disebutkan, harga jual tenaga listrik untuk konsumen yang disediakan oleh Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan ditetapkan Presiden atas usul Menteri.
Sedangkan harga jual tenaga listrik yanh disediakan oleh Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk umum, kata Yunan, sesuai peraturan tersebut ditetapkan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota. "Tidak ada satu pun dalam undang-undang dan peraturan pemerintah yang menyebutkan tarif listrik ditetapkan oleh direksi PLN," ujarnya kepada Tempo, Selasa (22/4).
Menurut Yunan, keputusan direksi PLN yang memberlakukan tarif subsidi dan nonsubsidi melanggar undang-undang. Dia menjelaskan, dalam tarif listrik tidak dikenal tarif subsidi dan nonsubsidi. "Yang ada hanya golongan tarif yang ditetapkan pemerintah," katanya.
Sebelumnya, Direktur Utama PLN Fahmi Mochtar mengeluarkan Keputusan Direksi PLN No. 101A.K/DIR/2008 tanggal 3 April 2008 disebutkan, PLN akan memberlakukan tarif subsidi dan nonsubsidi. Tarif subsidi dikenakan kepada pelanggan dengan pemakaian batas tertentu (80 persen pemakaian rata-rata nasional). Sedangkan pelanggan yang melewati batas tertentu akan dikenakan tarif nonsubsidi. Kebijakan itu akan dikenakan kepada pelanggan dengan daya 6.600 volt ampere (VA).
Yunan juga mempertanyakan dasar penetapan tarif untuk subsidi dan nonsubsidi. "Perhitungannya menggunakan golongan tarif yang mana, karena sesuai Keputusan Presiden No. 104 Tahun 2003 tidak ada golongan tarif subsidi dan nonsubsidi," ujarnya. Jika PLN menggunakan patokan tarif multiguna, kata dia, itu juga melanggar undang-undang. "Silahkan baca aturannya, tarif multiguna hanya bersifat sementara dan tidak masuk golongan tarif."
Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Purwono mengatakan, kebijakan tarif multiguna tidak melanggar undang-undang dan peraturan yang ada. "Tidak ada yang dilanggar," katanya kepada Tempo, Selasa (22/4).
Menurut dia, dasar kebijakan PLN itu adalah Undang-Undang APBN Perubahan 2008 yang mengamanatkan PLN harus berhemat. "Keputusan presiden gugur dengan adanya undang-undang tersebut," ujarnya.
Bahkan pemerintah, kata Purwono, kemungkinan akan memperluas penerapan tarif multiguna ke pelanggan 2.200 VA. Menurut dia, banyak peluang penghematan listrik dari pelanggan listrik. "Ada potesi penghematan Rp 5-6 triliun jika kebijakan itu diterapkan," ujarnya. Dia menambahkan, pemerintah akan memonitor pelaksanaan tarif multiguna pada April ini. (ALI NUR YASIN | NIEKE INDRIETTA)
Sumber www.tempointeraktif.com
Foto www.google.co.id