YOGYAKARTA, HUMAS MKRI – Apa sesungguhnya Peran Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menjaga muruah UUD 1945? Hakim Konstitusi Suhartoyo menjawab pertanyaan tersebut secara langsung dalam kuliah umum di Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan pada Jumat (17/3/2023) di Kampus 4 Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
Suhartoyo menerangkan di depan para mahasiswa dengan memberi pengantar terbentuknya Mahkamah Konstitusi di dunia yang berawal dari Mahkamah Agubg Amerika Serikat, kemudian diikuti negara-negara lainnya—termasuk Mahkamah Konstitusi di Indonesia. Suhartoyo pun melanjutkan sejarah konstitusi Indonesia sejak terbentuknya UUD 1945.
“Bahwa konstitusi memberikan hak kepada seluruh warga negara yang diatur dalam UUD 1945, lalu apabila kemudian warga negara dirugikan dengan berlakunya Undang-Undang, di situlah peran Mahkamah Konstitusi,” ujar Suhartoyo.
Sehingga Suhartoyo menjelaskan bahwa UU tidak serta-merta dapat melindungi warga negaranya, jadi setiap warga negara berhak mengajukan pengujian Undang-undang baik secara keseluruhan atau hanya pasal tertentu. Namun, tidak semua warga negara memiliki kedudukan hukum untuk melakukan pengujian undang-undang.
Lebih lanjut, Suhartoyo menjelaskan siapa saja yang berhak mengajukan pengujian undang-undang, yakni warga negara Indonesia, masyarakat hukum adat, lembaga negara, dan badan hukum privat atau publik yang memiliki kedudukan hukum. Syarat yang mencukupi adanya hak dan atau kewenangan konstitusional Pemohon dianggap dirugikan karena berlakunya undang-undang.
“Syarat yang selanjutnya Pemohon tersebut harus adanya kerugian konstitusional yang bersifat spesifik, memiliki hubungan sebab akibat, dan adanya kemungkinan bahwa dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi,” kata Suhartoyo.
Merespons pemaparan yang disampaikan Suhartoyo, dengan kritis mahasiswa bernama Muhammad Iqbal mengajukan pertanyaan bagaimana jika salah seorang Hakim MK berkaitan dengan dirinya sendiri atau kerabatnya, apakah tetap dapat mengadili atau menangani perkara tersebut? Secara lugas Suhartoyo menjawab, bahwa seluruh hakim termasuk hakim konstitusi harus terlepas dari konflik kepentingan dalam memutus suatu perkara yang juga turut diatur dalam Kode Etik Hakim Konstitusi.
Tak kalah menarik, respons lainnya datang dari mahasiswa bernama Geri Jordi yang mengaku dirinya bersemangat untuk mengikuti kuliah umum karena dapat bertemu dengan Hakim Konstitusi sekaligus menyampaikan opininya secara langsung. Geri menyampaikan argumentasinya terkait undang-undang yang sudah diputus inkonstitusional oleh MK, namun dalam pengaplikasiannya undang-undang tersebut tetap berlaku di tengah masyarakat.
Mengakhiri acara turut dihadiri Rektor Universitas Ahmad Dahlan Muchlas dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan Megawati, moderator Satria Abdi yang memandu kuliah umum menyampaikan intisari pemaparan dengan harapan semoga konstitusi di Indonesia hidup, tumbuh, dan berkembang bersama Mahkamah Konstitusi. (*)
Penulis: Tiara Agustina
Editor: Lulu Anjarsari P.