Jakarta, CyberNews: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan DPR RI dinilai telah melecehkan Mahkamah Konstitusi (MK) jika tidak mengundangan RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor).
Hal ini dikatakan pakar hukum Irmanputra Sidin dalam diskusi yang diadakan Konsorsium Reformasi Hukum Nasional di Cikini, Selasa (22/4). Menurutnya, putusan MK telah mengamanatkan Presiden dan DPR untuk menyusun Undang-Undang Pengadilan Tipikor dalam waktu tiga tahun.
"Batas waktu akan habis pada Desember 2009 mendatang. Pengabaian tersebut berarti pelecehan terhadap MK," ujarnya.
Padahal, lanjutnya, sudah lebih dari satu tahun pembahasan RUU Pengadilan Tipikor belum juga dilakukan. Draf RUU tersebut, telah diserahkan Departemen Hukum dan HAM (Depkumham) kepada Presiden beberapa minggu lalu. Namun, hingga kini presiden belum juga menyerahkan kepada DPR.
Irman khawatir, RUU Pengadilan Tipikor tidak selesai hingga batas waktu yang ditetapkan MK. Mengingat, DPR dan lembaga kepresidenan berkonsentrasi pada pelaksanaan pemilu 2009. "Gagalnya penyusunan UU Pengadilan Tipikor akan mengakibatkan dibubarkannya Pengadilan Ad Hoc Tipikor yang kini ada," katanya.
Irman mendesak, agar Presiden segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pengadilan Tipikor dari draf RUU yang telah ada. Langkah ekstra prosedural untuk mengantisipasi tidak selesainya pembahasan RUU Pengadilan Tipikor.
Saat Perppu tersebut lahir, lanjutnya, langsung dapat dapat dilaksanakan. Terkait syarat keadaan darurat untuk melahirkan sebuah perppu, Irman menjelaskan, korupsi yang merajarela dapat dikatagorikan sebagai keadaan darurat.
Lagpula, dia menambahkan, dalam putusan MK dalam uji materi UU Kehutanan menjelaskan, kondisi darurat merupakan penilaian subjektif dan prerogatif presiden. "Tinggal DPR saja yang nanti menguji penilaian subjektif presiden tentang kondisi darurat," ujarnya.
Irman juga menjelaskan, dengan dikeluarkan Perppu mau tidak mau DPR melakukan pembahasan apakah Perppu tersebut dapat diundangkan atau tidak. Namun, jika DPR menolak atau membatalkan Perppu tersebut maka akan terlihat bahwa DPR tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi. âKondisi ini menguntungkan untuk Presiden SBY,â ujarnya. Sebab, masyarakat akan menilai bahwa presiden mendukung pemberantasan korupsi.
Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten Masduki mengatakan, presiden harus didorong untuk menyelamatkan keberadaan Pengadilan Ad Hoc Tipikor. Sebab menurutnya, pengadilan ad hoc Tipikor selama
ini memiliki prestasi yang baik. âTidak satu pun kasus yang divonis bebas, bahkan kecenderungannya lebih tinggi (hukumannya) dari tuntutan jaksa. Selama ini, Pengadilan Ad Hoc Tipikor merupakan mitra yang baik bagi KPK,â tegasnya.
Dia mengakui, keberadaan pengadilan ad hoc tipikor membuat banyak pihak terancam. Dia mencontoh, pernyataan Ketua Komisi III Trimedya Panjaitan yang ingin membubarkan pengadilan Ad Hoc Tipikor. Apalagi saat ini beberapa anggota DPR yang ditahan KPK karena terlibat berbagai kasus. âSelain itu, pengadilan Ad Hoc Tipikor membuat pengadilan umum terlihat semakin kotor, karena banyak kasus korupsi yang diputus bebas,â ujarnya. (Mahendra Bungalan /CN09)
Sumber www.suaramerdeka.com
Foto www.google.co.id