JAKARTA, HUMAS MKRI – Bagi Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diangkat berdasarkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) sebelum dilakukan perubahan tidak dapat diperlakukan asas persamaan/sama dengan orang yang belum pernah diangkat meniadi Pimpinan KPK. Hal tersebut mengingat bahwa asas persamaan hanya dapat diterapkan dalam keadaan dan kedudukan yang sama, dalam hal terdapat perbedaan tidak dapat diterapkan asas persamaan.
Keterangan ini disampaikan oleh Ahli Hukum Administrasi Negara Emanuel Sujatmoko selaku ahli yang dihadirkan pemohon dalam sidang kelima pengujian UU KPK yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK), pada Selasa (13/3/2023) siang. Ia menilai, batas usia paling rendah 50 (lima puluh) tahun sebagaimana maksud dalam UU KPK tersebut semestinya dimaknai sepanjang belum pernah menjabat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dikatakan Emanuel, masa jabatan Pimpinan KPK, yakni 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. “Masa jabatan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut bertentangan dengan cita hukum berkenaan dengan masa jabatan pemangku jabatan lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” terangnya.
Sehingga Emanuel menilai, batas usia paling rendah 50 (lima puluh) tahun sebagaimana maksud dalam Pasal 29 huruf e UU 19/2019 tersebut semestinya dimaknai sepanjang belum pernah menjabat sebagai Pimpinan KPK. Ketentuan Pasal 34 UU 30/2002 bertentangan dengan cita hukum masa jabatan pejabat lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Terkait keterangan tersebut, Hakim Konstitusi Saldi Isra mempertanyakan letak cita hukum terkait masa jabatan pejabat negara yang tercantum dalam UUD 1945. “Bagaimana dan dimana cita hukum soal masa jabatan pejabat lembaga negara non-struktural itu dapat kita baca dalam UUD 1945? Bagaimana caranya kita paham ada hubungan atau merupakan cita hukum soal masa jabatan padahal ini barang tidak ada di Konstitusi. Tolong kami dibantu,” tanya Saldi.
Menjawab pertanyaan tersebut, Emanuel menyebut dalam UUD 1945 tidak mencantumkan mengenai usia pejabat negara. Menurut penafsirannya, ia mengungkapkan semua pejabat negara yang tercantum dalam UUD 1945 memiliki batas masa jabatan selama lima tahun. “Ini sebagai suatu ide dan gagasan. Saya mengutip pemikirannya Profesor Maria dalam ilmu peraturan perundang-undangan, cita itu suatu gagasan, suatu rasa, suatu cipta pikiran. Di sana ada gagasa-gagasan kepemimpinan-kepemimpinan lembaga negara lima tahun. Ini Prof Saldi yang maksudkan di situ. Hingga saya menarik suatu kesimpulan itulah sebagai suatu cita hukum,” jawab Emanuel.
Sementara itu, Ahli Hukum Tata Negara Firdaus yang juga dihadirkan Pemohon menyampaikan ketentuan Pasal 29 huruf e UU 19/2019 menimbulkan ketidakpastian yang secara spesifik menurut penalaran yang wajar yang merugikan hak-hak konstitusional pemohon sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”.
Menurut Firdaus, sekalipun pemohon belum berusia 50 (lima puluh) tahun, namun dalam faktanya dapat melaksanakan fungsi, tugas dan wewenang lembaga secara bertanggung jawab. Hal tersebut membuktikan bahwa usia 50 tahun tidak dapat menjadi standar dan ukuran yang objektif untuk menentukan kualitas dan kualifikasi seseorang untuk mengembangkan tanggung jawab. Bukti lainnya, bahwa usia 50 (lima puluh) tahun tidak dapat jadi ukuran mengenai kualitas dan kualifikasi seseorang, dapat dilihat pada beberapa syarat usia paling rendah yang berlaku pada lembaga-lembaga negara dengan kedudukan, fungsi, tugas dan wewenangnya tidak kalah strategis. Sebut saja, syarat usia paling rendah 40 (empat puluh) tahun untuk calon Presiden dan Wakil Presiden, calon anggota BPK dengan syarat usia paling rendah 35 (tiga lima) tahun, syarat calon anggota DPR dan DPD berusia paling rendah 21 tahun.
“Untuk itu, penerapan syarat usia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun sebagaimana dalam Pasal 29 huruf e UU Nomor 19 Tahun 2019 tidak hanya menimbulkan problem ketidakpastian hukum tetapi berdampak pada diskriminasi kelompok usia dibawah 50 (lima puluh) tahun yang bertentangan dengan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945, ‘Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu’,” imbuh Firdaus.
Firdaus juga menegaskan, kedudukan KPK yang berada dalam rumpung eksekutif dengan jabatan yang bersifat plural dan collective collegial setidak-tidaknya syarat usia paling rendah sama dengan syarat usia paling rendah untuk pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Tingginya syarat usia paling rendah untuk dapat diangkat menjadi Pimpinan KPK telah menutup kesempatan banyak warga negara untuk berpartisipasi dalam pemerintahan yang dijamin dalam Pasal 28D ayat (3) UUD 1945, “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”.
Baca juga:
Nurul Ghufron Uji Aturan Batas Usia Pimpinan KPK
Nurul Ghufron Perbaiki Permohonan Uji Aturan Batas Usia Pimpinan KPK
Syarat Usia Pimpinan KPK Sebagai Bentuk Tata Tertib Administrasi
Pemerintah Sebut Perlu Adanya Syarat Batas Usia Bagi Pimpinan KPK
Sebelumnya, Nurul Ghufron selaku Pemohon merupakan Wakil Ketua KPK yang telah diangkat memenuhi kualifikasi berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2022 (UU KPK pertama). Akan tetapi, dengan berlakunya Pasal 29 huruf (e) UU KPK telah mengurangi hak konstitusional Pemohon. Berlakunya ketentuan pasal a quo yang semula mensyaratkan usia paling rendah 40 tahun dan paling tinggi 65 tahun, setelah perubahan menjadi paling rendah adalah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun mengakibatkan pemohon yang usianya belum mencapai 50 tahun tidak dapat mencalonkan diri kembali menjadi pimpinan KPK untuk periode yang akan datang. Hal ini kontradiktif dengan Pasal 34 UU Nomor 30 Tahun 2002.
Dalam permohonannya, Pemohon menjelaskan bahwa dirinya telah dirugikan secara konstitusional untuk mencalonkan diri sebagai Pimpinan KPK pada masa jabatan selanjutnya. Pemohon meyakini bahwa aturan pembatasan usia minimal menduduki jabatan pemerintahan memiliki makna agar pemangku kepentingan terpilih tersebut adalah orang sudah memiliki kedewasaan. Sehingga, menurut Pemohon, orang yang telah berpengalaman dalam suatu jabatan harus pula dipandang “telah memenuhi syarat secara hukum” untuk memenui jabatan tersebut. Adapun dengan berlakunya pasal a quo, Pemohon berpandangan bahwa dirinya telah kehilangan hak atas kepastian hukum yang adil, perlakuan yang sama di hadapan hukum, serta untuk memperoleh pekerjaan dengan perlakuan yang adil. Untuk itu, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 29 huruf e UU KPK inkonstitusional secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak juga terdapat ketentuan “berpengalaman sebagai Pimpinan KPK” pada Pasal 29 huruf (e) UU KPK. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayudhita